Harry Potter dan Masa Kanak-Kanak Tanpa Buku

 



Buku Harry Potter and The Sorcere's Stone atau seri pertama terbit pertama kali tahun 1998, ketika saya kelas enam SD. Tapi tahun itu saya tidak mengenal sama sekali ada buku berjudul Harry Potter sedang terbit dan digandrungi di dunia.

Yah, kelas enam SD saya tidak punya akses untuk mendapatkan buku-buku baru. Di sekolah koleksi buku di perpustakannya terbatas. Akses informasi saya juga terbatas. Tahun itu bacaan alternatif saya hanya koran atau tabloid bekas yang dibeli orang tua saya untuk membungkus gerabah yang mereka jual, selain beberapa buku yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah.

Saya mengenal Harry Potter ketika kuliah. Itu pun sekadar tahu, tidak punya bukunya karena mahal. Orang tua hanya mampu menanggung untuk membeli buku-buku kuliah. Kalau membeli buku bacaan, saya mesti menyisihkan uang saku bulanan yang mereka kirimkan.

Mungkin saya terbilang telat menggandrungi Harry Potter karena usia saya sudah tidak anak-anak dan remaja lagi. Saya mulai benar-benar jatuh cinta setelah menonton filmnya dengan serius sekitar 2015-an. Sebelum-sebelumnya sering menonton sepintas lalu di Trans TV, tapi tidak begitu mendalami. 



Setelah menonton film-filmnya saya memutuskan untuk membaca bukunya. Namun saat itu buku edisi Indonesianya cukup langka karena tidak cetak ulang. Akhirnya pada 2016, saya menemukan tempat penyewaan buku di Cakranegara, Mataram dan ada koleksi Harry Potternya. Di tahun itu, saya membaca tiga buku pertama; The Sorcerer's Stone atau The Philosopher's Stone, The Chamber of Secret, dan Prisoner of Azkaban. 

Tahun berikutnya saya pindah ke Jakarta. Otomatis saya tidak bisa sewa buku lagi. Dan saya pun agak melupakan Harry dan dunia sihirnya, walaupun dalam hati tetap ada keinginan untuk koleksi bukunya.

Saya semakin ingin mendalami dunia sihir JK Rowling setelah nonton film Fantastic Beasts. Dan ternyata buku-buku Harry Potter dicetak ulang Gramedia. Akhirnya saya bertekad mengoleksi bukunya. Belinya satu-satu karena mahal hahaha.

Pada awal 2022, salah satu resolusi yang saya tulis di jurnal saya adalah punya koleksi buku Harry Potter, The Hobbit, dan The Lord of the Rings (LoTR). 

Awalnya saya berencana beli buku Harry Potter langsung ke buku keempat; The Goblet of Fire biar saya enggak perlu baca ulang dari pertama, tapi setelah di toko buku, saya kebingungan. Sayang banget kalau tidak punya seri 1 sampai 3 (dan untuk melengkapi koleksi, seri 1-3 belinya nanti terakhir kalau sudah punya seri 4-7, mikirnya gitu), tapi akhirnya saya memutuskan untuk membeli dari yang pertama dan baca ulang. Saya baru beli yang seri 1 di hari ulang tahun saya ke-35.

Iyes, saya semakin menggandrungi Harry Potter di usia saya yang cukup dewasa ini hahaha. Membacanya membuat saya bahagia luar biasa, sensansinya sama ketika saya baca The Hobbit. 


Buku genre fantasi ini mendistraksi saya dari kehidupan orang dewasa yang kadang cukup kompleks. Saya bisa bermain-main dalam cerita fantasi yang tidak sempat dinikmati masa kanak-kanak saya. Dunia khayal, dunia penuh imajinasi, tapi membuat saya sangat bahagia.

Ini semacam pembalasan dendam atas terbatasnya akses buku saat masa kanak-kanak dulu. Sekarang ketika saya bisa menghasilkan uang dan membeli buku, saya ingin menciptakan masa yang dulu tidak sempat saya rasakan. Sekarang lah waktunya pembalasan dendam itu. hahaha. Saya ingin menikmati buku-buku hype yang tidak sempat saya miliki waktu saya kecil dulu. Saya ingin membahagiakan anak-anak yang masih tetap saya pelihara di dalam diri saya. 

Alohomora. Mari membuka pintu fantasi dan bermain-main di dalamnya sampai puas.

Comments

Popular Posts