Resensi Buku "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma"
Judul : Dari Ave Maria ke Jalan
Lain ke Roma
Penulis : Idrus
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : Cetakan 20, 2000
Halaman : 171
ISBN : 979-407-218-4
Saya sedang tertarik
membaca buku-buku bergenre sastra, khususnya sastra Indonesia lama. Akhirnya
keinginan saya bisa terakomodir dengan tersedianya buku sastra Indonesia lama
di Perpustakaan Kota Mataram. Setelah Layar Terkembang, pengembaraan saya
berlanjut dengan buku yang fenomenal karya penulis yang lahir di Padang, Sumatera
Barat tahun 1921. Idrus termasuk salah satu pelopor Angkatan 1945.
Buku ini merupakan
kumpulan karya Idrus dari sejak kedatangan Jepang tahun 1942 dan sesudah 17
Agustus 1945. Pendahuluan dalam buku ini ditulis oleh HB Jassin dan menyebut
Idrus sebagai pembaharu dalam bidang prosa, bersamaan dengan Chairil Anwar yg
disebut pembaharu dalam puisi. “Pembaharuan
itu tidak berarti sekiranya hanya mengenai bentuk belaka, tapi dalam hal ini
perubahan lahir itu berakar pada perubahan jiwa. Perubahan jiwa yang dimasak ke
arah dewasa selama tiga setengah tahun tekanan mengenai pikiran dan perasaan
serta keadaan ekonomi yang menggoncangkan seluruh watak manusia Indonesia.” (Halaman
6)
Buku ini dibagi dalam
tiga bagian. Bagian pertama berjudul Zaman
Jepang (Ave Maria, Kejahatan Membalas Dendam), bagian kedua; Corat-Coret di Bawah Tanah dengan tujuh
tulisan dan bagian ketiga dengan judul Sesudah
17 Agustus 1945 berisi tiga tulisan (Kisah Sebuah Celana Pendek, Surabaya,
dan Jalan Lain Ke Roma).
Saya tersentak
membaca Ave Maria. Sungguh sangat indah dan saya sangat menyukainya. Kisah
Zulbahri diceritakan dengan sangat liris dan penuh penjiwaan. Zulbahri adalah
seorang yang depresi setelah berpisah dengan isterinya, Wartini. Ia kemudian
seperti orang gila yang tak terurus. Ia berjalan tanpa tujuan dengan membawa
secarik kertas.
Perkenalan Zulbahri dengan
sebuah keluarga juga awalnya karena seorang anak menertawai baju compang
camping yang dipakainya. Lantas ia menghampiri keluarga yang sedang duduk di
beranda. Tanpa kata-kata, ia mengambil majalah di bawah meja bundar yang ada di
teras, tempat keluarga itu sering duduk berkumpul menikmati sore.
Zulbahri pun
menceritakan kisahnya yang membuat keluarga itu begitu haru. Zulbahri menikah dengan
Wartini, ketika surat datang dari Syamsu adiknya yang tinggal di Shonanto
(Singapura), Zulbahri penuh kecemasan. Dalam suratnya Syamsu ingin kembali ke
Jakarta dan tinggal di rumah Zulbahri. Dulu, sebelum menikah, Syamsu dan
Wartini pernah berpacaran, dan Zulbahri merasa dia telah mencuri Wartini dari
Syamsu. Meskipun Wartini mengaku Syamsu hanyalah cinta monyet dan ia mencintai
Zulbahri. Pada akhirnya Syamsu tinggal bersama mereka dan pada suatu malam,
Syamsu dan Wartini memainkan lagu Ave Maria, Wartini bermain piano sembari
Syamsu menggesek biola. Permainan itu didengar Zulbahri dari dalam kamarnya,
dan dirasakannya permainan itu penuh penjiwaan dan menyayat hati. Wartini
menangis karena dulu ia dan Syamsu pernah memainkan lagu itu.
“Syam,
dapatkan seorang perempuan mencintai dua orang laki-laki sekali?”
“Tidak,
Tini. Hanya seorang ibu kepada anak-anaknya dapat.”
Setelah mendengar
itu, Zulbahri mengatakan kepada Syamsu bahwa Wartini adalah hak Syamsu. Ia pun
meninggalkan Jakarta, pindah ke Malang. Pikirannya kacau, tak hirau lagi ia
dengan penampilannya. Tetangga-tetangganya menyangka ia gila. Ketika ia kembali
ke Jakarta, ia ke rumah lamanya dan mendapati Wartini dan Syamsu bahagia.
“Tiba
di Jakarta aku terus menuju rumah Syamsu dan Wartini. Dari jauh sudah
kedengaran bunyi piano dan biola, ... lagu Ave Maria. Aku tahu mereka sedang
mengenangkan zaman silam, kebahagiaan mereka.”
Zulbahri pun merasa
menyesal telah menyia-nyiakan diri dan hidupnya. Untuk itu ia memutuskan
menjadi pejuang dan masuk dalam barisan jibaku untuk nusa dan bangsa. Seperti yang
tertulis pada surat yang diberikan kepada pasangan keluarga itu.
“Ini
adalah sebagai pembayaran utangku kepada tanah air yang sudah sekian lama
kulupakan karena mengingat kepentingan diri sendiri.”
Sejak saat itu,
keluarga itu tak pernah melihatnya lagi. Cerita ini diceritakan oleh salah
seorang anak di keluarga itu. “Siapa yang
tak kan terkenang kepada kejadian itu. Kami melihat ke bulan purnama raya, dengan
segala kenang-kenangan kepada Zulbahri yang telah dapat memperbaharui jiawanya.
Dari radio umum kedengaran lagu Menuetto G ciptaan Beethoven.” (Halaman 20)
Kejahatan
Membalas Dendam adalah skenario drama yang terdiri
dari empat babak. Ada enam pelaku dalam drama ini yaitu Ishak (pengarang muda),
Satilawati (pacar Ishak/juru rawat), Kartili (dokter, teman Ishak),
Asmadiputera (Meester in de rechten,
teman ishak), Suksoro (Ayah Satilawati, pengarang lama), Perempuan Tua/Bibi
(Dukun, nenek Satilawati).
Dalam cerita ini
dikisahkan tentang pertentangan pengarang lama dengan pengarang muda. Apa yang
ditulis Ishak dalam romannya ditentang oleh Pak Orok atau Suksoro karena
dinilai tidak pantas dan dapat merusak generasi muda. Atas hasutan Kartili yang
mengatakan bahwa Ishak akan dimusuhi rakyat, maka Ishak memutuskan untuk pergi
menjauh dan meninggalkan Satilawati yang telah bertunangan dengannya. Drama ini
penuh intrik. Ternyata Kartili menyukai Satilawati dan berupaya untuk
menjauhkan Ishak dan Satilawati.
Pada bagian kedua; Corat-Coret di Bawah Tanah dibuka dengan
cerita berjudul Kota-Harmoni. Latarnya di atas trem atau kereta jurusan Kota-Harmoni.
Kereta ini berisi beragam orang dan ada kelas tersendiri bagi orang kaya dan
orang biasa. Pada zaman itu, saat kolonialisme berkuasa digambarkan adanya
perbedaan kelas yang sangat timpang antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat
jelata.
Penderitaan rakyat
pada zaman kolonialisme juga digambarkan dalam cerita Jawa Baru. Setelah Nippon
atau tentara Jepang menginvasi Indonesia, penderitaan rakyat semakin bertambah.
Harga beras semakin mahal, rakyat banyak kelaparan dan akhirnya mati karena tak
bisa makan. Beras-beras hasil para petani dikirim ke Tokyo, Jepang. Semua
rakyat mengeluh.
“Ya,
bagaimana akan mengetahui keadaan rakyat, kalau perut sudah gendut oleh nasi
berbal-bal.” (Halaman 87)
“Kehidupan
susah di Jakarta, di Surabaya, di Plered, di seluruh Pulau Jawa. Semua orang
menengadahkan tangan ke langit, minta rezeki dari Tuhan Yang Maha Kuasa, seperti
Tuhan lupa memberi rezeki. Setiap tahun padi menguning juga, beras digiling juga
... Tuhankah yang salah?” (Halaman 88)
Pasar
Malam Zaman Jepang tentang kelicikan Jepang dalam
menjajah bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam soal politik, tapi Jepang juga
membuat orang ketagihan judi dengan rolet yang ada di pasar malam Rakutenci.
Konon pasar malam itu berdiri dengan bantuan Sendenbu. Sendenbu adalah barisan
propaganda. Orang beramai-ramai datang ke pasar malam, mengantri membeli tiket.
Jika tak ingin antri, tiket bisa dibeli di calo dengan harga dua kali lipat.
Seorang orang Indonesia ketagihan bermain rolet, bahkan sampai baju yang
dipakainya, sepatu dan celananya dijual untuk terus bermain rolet walaupun dia
tetap kalah. Akhirnya ia depresi dan gantung diri karena kalah rolet.
“Dan
di ruang besar, indah seperti ruang istana, duduk beberapa orang Nippon
tertawa-tawa, sambil melihat ke atas sehelai kertas, penuh dengan angka-angka.
Yang seorang meregang tangannya seperti orang baru bangun tidur dan katanya,”Obat
mujarab untuk memberantas inflasi.”(Halaman 92)
Cerita selanjutnya
adalah Sanyo. Sanyo adalah penasehat
tiap-tiap departemen pada masa Jepang. Kadir, seorang pedagang kacang mendengar
pengumuman di radio umum tentang pengangkatan Sanyo. Ia pun bingung apa itu
Sanyo dan bertanya kepada setiap orang yang ditemui, yang hendak membeli
kacangnya. Saat ia bertanya apakah Sanyo itu semacam tukang catut, ia dianggap
menghina Nippon dan ia digelandang ke kantor polisi.
Dalam Fujinkai, Nyonya Sastra yang memimpin
Fujinkai di kampung A mengumpulkan para ibu dan mulai berpidato tentang
kehebatan tentara Nippon. Berpanjang-panjang ia mendahului pidatonya, tapi
intinya ia ingin meminta ibu-ibu mengeluarkan uang masing-masing seringgit
untuk membuat kue yang akan diberikan kepada tentara Nippon sebagai ucapan
terima kasih disamping untuk memperingati invasi Jepang ke Hawaii, Amerika.
Padahal waktu itu rakyat juga sedang kesusahan.
Cerita Oh ... Oh ... Oh! berlatar tempat di
sebuah kereta api yang menuju Jakarta dari Sukabumi. Kelas dua dibedakan untuk
Nippon, tapi jika menyuap penjaga karcis, siapapun bisa masuk kelas dua. Suap
menyuap sudah jamak di zaman itu. Kerakusan merajalela. Beras warga atau
penumpang kereta disita dan diambil Nippon.
Cerita terakhir di
bagian kedua ini adalah Heiho. Heiho
adalah pembantu serdadu Jepang. Orang yang tidak tahu apa Heiho merasa bangga
diangkat menjadi Heiho. Begitu juga Kartono. Tapi ia tidak tahu bahwa ia
dimanfaatkan Nippon. Miarti, isterinya tak sudi ia diangkat menjadi Heiho. Tapi
sudah terlanjur, jika menolak, kepalanya akan dipenggal. Delapan bulan kemudian
Kartono meninggal dunia di Birma.
Bagian ketiga
(Sesudah 17 Agustus 1945) berisi tiga cerita yaitu:
-
Kisah Sebuah Celana Pendek
“Hanya
orang besar-besar yang mau perang, rakyat sederhana mau damai cuma!” (Halaman
115)
Kusno, seorang opas
hanya memiliki sebuah celana pendek, 1001
made in Italy yang dibelikan ayahnya. Celana itu satu-satunya yang dimiliki
Kusno. Tak ada yang lain. Bahkan jika hujan, ia selalu resah menunggu celana yang
habis dicucinya itu lekas kering. Celana itu pun telah lusuh tapi masih
dipakainya untuk bekerja. Gajinya sebagai opas hanya sepuluh rupiah, jangankan
untuk beli celana baru, makanpun tak cukup. Saat ia minta celana baru kepada
sepnya, ia dibentak dan akhirnya ia keluar dari pekerjaannya.
Hidupnya kesulitan.
Makan pun susah. Kadang tebersit keinginan untuk mencuri, tapi diurungkannya
karena ia takut akan Tuhan. Saat ia kelaparan, ia ingin menjual celananya, tapi
urung juga dilakukan karena nanti jika kenyang, ia tak dapat menutupi auratnya.
Kusno pun merasa kehidupannya seperti itu akibat dari peperangan.
-
Surabaya
Berlatar saat
pertempuran di Surabaya dimana waktu itu ribuan warga kabur dari Surabaya
setelah tentara sekutu masuk ke kota itu.
-
Jalan Lain Ke Roma
“Open
engkau harus berterus terang dalam segala hal. Dengan jalan begitu engkau dapat
memajukan dunia yang penuh dengan kebohongan ini.” (Halaman
156)
Open adalah seorang
guru yang kemudian dipecat karena memukul anak muridnya sampai berdarah. Nama Open
diambil dari bahasa Belanda, openhartig yang berarti terus terang dengan harapan orang
tuanya ketika besar Open akan jadi pribadi yang jujur. Harapan orang tua dari
namanya itu selalu dijunjungnya tinggi-tinggi.
Setelah ia dipecat
dan tak punya apa-apa lagi di kota, ia bercerai dengan isterinya. Ia pun
kembali ke desa dan menjadi mualim (guru agama) dan akhirnya menikah. Setelah
penjajah datang, Open tetap menjadi mualim tapi setelah ia tidak menggunakan
sarung, tapi menggunakan pantalon, ia dianggap mata-mata Jepang. Tak ada lagi
muridnya. Ia pindah ke kota dan menjadi pengarang. Tapi karangannya dianggap
menghina Jepang dan ia dipenjara. Tapi penjara tak juga memenjarakan
pikirannya, ia tetap menampung segala apa yang dipikirkannya dan sekeluarnya
dari penjara pascakemerdakaan, ia pun menjadi pengarang terkenal.
“Dalam
kamar tertutup itu, buat pertama kali Open insaf akan harga kemerdekaan.
Kemerdekaan ada dua macam: kemerdekaan jasmani dan kemerdekaan rohani.
Kemerdekaan jasmani boleh diambil orang lain, seperti halnya dengan dirinya
sekarang ini, tapi kemerdekaan rohaninya tiada seorang pun yang bisa
mengambilnya. Ia bisa pergi kemana-mana dengan pikirannya, biar pun di
sekeliling badannya menjulang tembok tinggi tembok empat persegi."
(Halaman 167)
Buku ini adalah buku
ketujuh yang kubaca di 2016. Selamat bersastra, selamat mengembarai kata-kata.
Selamat membaca. Keep reading folks!
Gud
ReplyDeleteJOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc
Ah tengkyu banget kak, bisa dapet gambaran yang jelas banget dari resensi kakak. Susah banget nyari resensi yang komplit kayak resensi kakak ini. Jazakumullah khaiir :)
ReplyDelete