Review Film "Thappad"
Sutradara: Anubhav Sinha
Pemain: Taapsee Pannu, Pavail Gulati, Dia Mirza, Ratna Pathak Shah, Kumud Mishra, Maya Sarao, Tanvi Azmi
Tahun: 2020
Ini salah satu film Taapsee Pannu yang kusuka setelah Pink dan Haseen Dilruba. Thappad ini konfliknya tampak sederhana, tapi ternyata memberikan efek traumatik.
Film ini merupakan drama keluarga, tentang korban domestic abuse (KDRT).
Kehidupan rumah tangga Amrita atau Amu (Taapsee Pannu) dan Vikram (Pavail Gulati) berjalan baik-baik saja. Mereka bahagia. Amu tiap hari selalu bangun pagi, membuatkan chai dan menyiapkan perlengkapan Vikram sebelum suaminya berangkat kerja.
Selain rajin, Amu juga istri yang dekat dengan ibu mertuanya, Sulakshana Sabharwal (Tanvi Azmi) dan hubungan mereka baik-baik saja.
Tapi hubungan yang mulus dan manis itu berubah ketika Vikram yang emosional karena gagal dipindahkan ke London oleh perusahaannya, menampar Amu di depan banyak orang. Malam itu, keluarga Vikram menggelar pesta untuk merayakan Vikram yang dapat promosi menjadi pimpinan perusahaan di London.
Di tengah pesta, Vikram mendapatkan telepon dia gagal dipindahkan ke London dan tetap di India. Cekcok dengan salah satu pimpinan perusahaan yang datang ke pestanya, Amu datang menenangkan Vikram, tapi justru tangan Vikram melayang di wajah Amu. Cuma sekali.
Amu sejak saat itu berubah. Mempertanyakan kembali arti dirinya. Mempertanyakan apakah dia pantas diperlakukan demikian oleh orang yang dia sayang.
Sejak insiden itu, Vikram juga tidak pernah meminta maaf. Semua orang meremehkan Amu, menganggapnya lebay, terlalu reaktif hanya karena satu tamparan. Namun Amu mendapat dukungan ayahnya, Sachin Sandu (Kumud Mishra), yang merasa tidak terima menantunya main tangan dan menampar anaknya.
Amu pergi ke rumah orang tuanya dan memutuskan menggugat cerai Vikram. Bahkan pengacaranya, Netra Jaisingh (Maya Sarao) mempertanyakan keputusan Amu dan mempertimbangkannya baik-baik. Menurut Netra, alasan bercerai karena hanya satu tamparan itu terlalu remeh dan juga tidak bisa masuk kategori KDRT. Apalagi Amu hanya mengalami satu kali.
Kemudian Amu hamil, apakah kehamilan akan membuatnya membatalkan keputusannya?
Di dalam budaya patriarkal, perempuan selalu menjadi makhluk kelas dua. Bahkan saat menjadi korban kekerasan pun, dia tetap menjadi objek yang disalahkan. Dalam kasus Amu, dia ditampar suami sendiri tanpa melawan. Tapi ketika dia mencoba melindungi dirinya dan memutus siklus kekerasan dalam rumah tangga dengan meminta berpisah, dia justru dianggap lebay dan terlalu mendramatisir keadaan.
Memutuskan berpisah dan menjadi janda juga tidak mudah, mengingat betapa negatifnya stigma janda itu sendiri di tengah masyarakat. Hal ini juga disorot dalam film ini. Ada istri yang rela digebuk suaminya tiap hari asal tidak bercerai dan menyandang status janda. Ini yang dialami ART yang bekerja di rumah Amu, Sunita.
Akting Taapsee Pannu di sini juga keren banget. Dia bisa mendeliver atau menyampaikan kepada audiens traumanya, rasa sedihnya, dan kegalauannya kendati hanya lewat raut wajah, tanpa dialog, tanpa air mata.
Saat-saat dia mempertanyakan keputusannya apakah tepat untuk bercerai dari Vikram, ayahnya bilang melakukan tindakan yang tepat itu tidak selalu harus berakhir bahagia. Dalem banget.
Saya yang masih single pun memetik banyak pelajaran dari film ini. Hormat deh buat sutradaranya, Anubhav Sinha, laki-laki tapi bisa membuat film dengan sudut pandang adil gender begini.
Comments
Post a Comment