Resensi Buku "Roekmini van Jepara"

 



Judul: Roekmini van Jepara

Penulis: Peter Carey

Penerjemah: Melissa Sunjaya

Penerbit: Tulisan

Bahasa: Inggris dan Indonesia

Tahun: 2024


Selama ini nama yang paling melekat dan dikenal dalam sejarah adalah RA Kartini. Tapi sosok Roekmini, adik Kartini juga punya peran tak kalah pentingnya dengan sang kakak dalam hal memperjuangkan hak pendidikan yang setara bagi perempuan.

Buku yang ditulis dalam dua bahasa (Inggris dan Indonesia) ini mengupas sosok dan kiprah Roekmini dalam dunia seni ukir Jepara dan juga pendidikan. Roekmini merupakan saudara kandung Kartini tapi beda ibu. Dia lahir pada 4 Juli 1880 dan meninggal pada 30 April 1951. Roekmini hidup lebih lama dibanding kakaknya, yang meninggal dalam usia muda, 25 tahun. Ayahnya adalah Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat dan ibunya, Raden Ayu Moerjam, putri dari bupati Jepara, Raden Tumenggung Ario Tjitrowikromo, menjabat tahun 1857-1880. Sementara Kartini adalah putri Sosroningrat dari istri kedua, Mas Ayu Ngasirah.

Peter Carey yang menulis buku ini dalam bahasa Inggris menyebut sosok Roekmini sebagai perempuan yang memiliki visi luas dan bakat artistik besar. Roekmini juga banyak terinspirasi oleh Kartini dan dia lah yang kemudian meneruskan sekolah perempuan yang didirikan Kartini setelah kakaknya meninggal dunia.

Kartini, Roekmini, dan Kardinah, tiga bersaudari, dikenal sebagai "semanggi berdaun tiga" atau "three-leaf clover" karena kedekatan dan kasih sayang yang begitu kuat antara mereka. Mereka juga punya adik perempuan lainnya, Kartinah dan Soematri, yang juga cukup dekat satu sama lain.

Dalam buku ini juga disebutkan bahwa Roekmini memiliki ambisi yang sama dengan Kartini dalam memberdayakan dan membebaskan perempuan Jawa melalui pendidikan, perawatan kesehatan pranata, dan ilmu-ilmu rumah tangga. Roekmini juga memiliki bakat menggambar dan melukis.

Kartini terkenal dengan surat-suratnya kepada istri pejabat Belanda, Ny. Rosa Abendanon dan sahabatnya, Stella Zeehandelar, ternyata bukan hanya Kartini yang berkorespondensi dengan Ny. Abendanon, tapi juga Roekmini. Dalam buku ini juga dikutip beberapa isi surat Roekmini kepada Ny. Abendanon, salah satunya saat Roekmini menceritakan kesulitan keluarga mereka setelah ayahnya meninggal dunia, hanya beberapa bulan setelah Kartini juga tutup usia.

Kartini and Roekmini shared the same fate out of their gender. Ini bikin sedih sih. Tadinya mereka bakal kuliah di Belanda dengan beasiswa, tapi kemudian batal hanya karena mereka perempuan. So sad :(

Keluarga besar menentang rencana tersebut, khususnya paman mereka yang seorang bupati konservatif di Demak bernama Pangeran Ario Hadiningrat. Akhirnya keduanya dikirim belajat ke Batavia. Mereka perempuan "pribumi" pertama yang mendapat beasiswa dari pemerintah kolonial Belanda untuk kuliah di Batavia. Sementara dana beasiswa yang tadinya untuk studi di Belanda dialihkan untuk Agus Salim.

Buku ini tipis jadi saya baca sekali duduk. Saya bacanya selang-seling antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Buku ini punya temanku, dia dikasih langsung sama Pak Peter Carey, sehabis dia wawancara beliau. Jadi waktu ketemu temanku, dia tawarin saya baca buku ini dan bisa saya selesaikan sekali duduk. Bukunya seru, dan disertai foto-foto keluarga Roekmini.

It's always fun to delve into history book. Memahami kiprah sosok-sosok yang berkontribusi dalam kemajuan bangsa.

Happy reading, folks! 

Comments

Popular Posts