Resensi Buku "Wild Thorns" Karya Penulis Palestina
Judul: Wild Thorns
Karya: Sahar Khalifeh
Bahasa: Inggris
~ Victory demands a high price ~
~ Revolution! Revolution until victory! ~
Keep educating ourselves about Palestine and what's happening there. This is what I always say to myself. Do not look away. Be their voice. Amplify their call, their cause!
Salah satunya adalah dengan membaca buku karya penulis-penulis Palestina. Dari membaca itulah kita bisa memahami apa yang mereka alami, penjajahan dan pembunuhan serta kekejaman lain yang masih berlangsung sampai detik ini. Tidak hanya di Gaza, tapi rakyat Palestina di Tepi Barat juga sama menderitanya.
Wild Thorns adalah salah satu buku yang sangat, sangat, sangat saya rekomendasikan. Buku ini mengisahkan realita dan dilema yang dihadapi rakyat Palestina khususnya di Tepi Barat yang hidup di bawah penjajahan Israel.
Usama al-Karmi, pria Palestina yang kembali ke negaranya setelah bekerja di luar negeri yang disebut oil country. Lalu diperiksa oleh tentara Israel di perbatasan. Diinterogasi, diperlakukan seperti orang yang tidak berhak menginjakkan kaki di tanah air sendiri. Usama sangat muak dengan Israel dan lebih muak lagi dengan orang-orang Palestina yang mau bekerja di Israel.
Namun sebenarnya mereka dilema, ada yang terpaksa harus bekerja di Israel yang mereka sebut "di dalam", orang-orang yang mau bekerja untuk perusahaan Israel ini dianggap "berkhianat" oleh sesama orang Palestina. Kadang mereka bekerja di Israel secara diam-diam, takut ketahuan keluarga mereka. Salah satunya adalah Adil, sepupu Usama. Adil takut ketahuan ayahnya bahwa ia bekerja di perusahaan Israel sebagai pekerja kasar. Selain Adil, ada juga Abu Sabir dan Zuhdi, orang yang juga dikenal Usama.
Orang Palestina yang bekerja di Israel setiap pagi buta menumpangi bus dan tetap harus melewati pemeriksaan ketat. Mereka juga mendapat perlakuan diskriminatif. Beda dengan perlakuan terhadap orang Yahudi.
"Here there’s a big difference between Muhammad and Cohen: Muhammad gets the heavy work, Cohen the light. The Jewish workers have cafeterias with tables and chairs, but we sit on the ground to eat, in the sun or in the garage with the scrap metal and the oil and grease. Isn’t that right, Adil?"
"You’ll soon learn – words like Adon, and giveret, and islakhli, and shalom. Those words, my friend, mean that the person’s educated and polite. As for Aravim, that means you’re a rotten thief, a pig and the son of a pimp."
"They’re bastards, they only show you some respect if they need the labour of your strong arms. And when you can’t work anymore, they won’t lower themselves to return your greeting. But the situation in Kuwait was very bad too. Better the bitter herb of your own people than the honey of your enemy, though, as the saying goes."
Abu Sabir mengalami kecelakaan kerja, salah satu jarinya putus. Ketika insiden itu terjadi, ambulans di Israel menolak menjemputnya dan membawanya ke rumah sakit dengan dalih dia pekerja ilegal. Abu Sabir kemudian tak bisa kerja lagi. Adil mendesaknya agar menuntut perusahaan membayar kompensasi. Pengadilan Israel memutuskan dia mendapat kompensasi tapi kemudian perusahaan mengeluarkan surat keterangan bangkrut. Anjg banget dah.
"They stole our country lock, stock and barrel, so why shouldn’t they steal my compensation money too? " (Abu Sabir)
Usama diam-diam merencanakan perlawanan, menyerang bus yang mengangkut tenaga kerja Palestina. Sembari merencanakan penyerangan, dia berusaha membujuk Adil untuk berhenti bekerja di Israel. Tapi Adil ini orangnya agak apatis, di satu sisi dia juga dilema karena harus bekerja demi keluarganya dan membantu bapaknya yang sakit ginjal.
Selama penjajahan ada di muka Bumi, bibit-bibit perlawanan selalu ada. Tidak hanya Usama, tapi remaja Palestina lainnya juga tahu bahwa melawan adalah salah satu cara untuk terlepas dari cengkeraman penjajah yang mencuri dan mengacak-acak tanah air mereka.
Haj Abdullah adalah salah satu warga yang punya toko kelontong di Tepi Barat. Dia takut anaknya, Hani, dan teman-temannya yang menunjukkan sikap perlawanan akan membawa masalah untuknya jika mereka ditangkap pasukan Israel yang tiap hari berpatroli di daerah mereka.
"They go in fit and strong and they come out thin as reeds. You’ve no idea! The patrol cars keep coming and going and we’re afraid for them all the time."
Inilah ketakutan para orang tua di sana. Anak mereka bisa ditangkap dan dipenjara, di mana mereka akan mengalami penyiksaan tiada habisnya oleh pasukan penjajah.
Part tersedih yang bikin saya nangis adalah ketika Um Sabir, istrinya Abu Sabir, menyaksikan seorang pegawai Israel ditikam dan tewas di tempat saat sedang membeli buah. Um Sabir benci sama penjajah tapi kemudian dia tetap merasa kasihan sama istri dan anak si pegawai Israel itu. I mean how can she still has a heart for people who make them suffer all this time? God, how can she has that golden heart?
Berhasilkah Usama melakukan misinya dan bisakah dia membujuk Adil untuk berhenti bekerja di Israel? You guys must read this book if you concern about Palestine issue!
Buku ini diceritakan dengan puitik dan mengaduk perasaan. It's beautiful yet heartbreaking! It brings you the place whose people teach you how to be resilient, strong, and resist the injustice!
Last but not least, FREE PALESTINE!
Comments
Post a Comment