Resensi Buku "The Five People You Meet in Heaven"
Penulis: Mitch Albom
Judul Terjemahan Indonesia: Meniti Bianglala
Penerjemah: Andang H. Sutopo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2011
"Tidak ada kehidupan yang sia-sia. Satu-satunya waktu yang kita sia-siakan adalah waktu yang kita habiskan dengan mengira kita hanya sendirian..."
Buku ini saya sudah punya sangat lama. Bertahun-tahun mengendap di lemari buku. Tapi baru bisa saya baca di 2025. Late is better than never. Dan ternyata ceritanya bagus banget. Pantesan buku ini sering masuk dalam rekomendasi oramg-orang.
Akhir adalah permulaan. Dan kehidupan manusia satu sama lain saling terjalin dan berkelindan. Itulah inti dari kisah yang disampaikan dalam buku ini.
Buku ini beda karena diawali dengan bab "Tamat", yang biasanya selalu ada di akhir. Tamat di sini adalah kematian.
Di bab awal ini, pembaca diajak menyusuri detikl-detik kematian Eddy, karyawan maintenance di taman bermain Ruby Pier, yang berusia 83 tahun. Menit demi menit dijelaskan apa kegiatan Eddy sebelum akhirnya dijemput malaikat maut.
Eddy meninggal karena kecelakaan kerja, berusaha menyelamatkan seorang bocah perempuan agar tidak tertimpa wahana bermain yang rusak pada hari itu. Kemudian pada bab-bab selanjutnya, dikisahkan pertemuan Eddy dengan lima orang di alam baka. Orang-orang ini sebagian besar adalah mereka yang tidak dikenal atau dijumpai Eddy selama hidupnya, tapi memiliki keterkaitan dengannya.
Melalui pertemuan-pertemuan itu, Eddy memahami segala yang pernah terjadi dalam hidupnya. Orang-orang yang ditemuinya menjelaskan mengapa peristiwa-peristiwa tertentu harus terjadi dalam hidupnya dan mengapa dia dipertemukan dengan orang-orang tertentu di masa lalunya.
Salah satu pertemuan paling menyedihkan bagiku adalah ketika Eddy bertemu Orang Biru. Eddy menjadi penyebab kematian Orang Biru ini, walaupun Eddy tidak mengenalnya secara pribadi.
Eddy merasa hal itu tidak adil dan seharusnya dia lah yang mati, bukan Orang Biru tersebut. Tapi jawaban Orang Biru ini sungguh bijak, mengatakan "keadilan tidak mengatur persoalan hidup dan mati karena kalau keadilan yang mengatur, tidak akan ada orang baik mati muda."
Melalui Orang Biru inilah Eddy bisa memaknai kelahiran dan kematian. Dua hal yang bertolak belakang tapi saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Dua hal yang satunya dirayakan, dan satunya lagi ditangiskan.
Alur cerita buku ini dikisahkan secara maju-mundur. Di mana setiap usai satu bab, akan dibuka kisah Eddy mengenang hari ulang tahunnya. Eddy adalah veteran tentara yang hidupnya berubah setelah pulang dari tugas perang di Filipina. Ada sebuah peristiwa yang membuatnya trauma, yang menjadikannya Eddy yang lain. Namun segala trauma yang dia rasakan dia simpan sendiri sampai dia meninggal. Dan pada kematian itulah dia akhirnya mengetahui penyebab traumanya dan menemukan penyembuhan.
"Tak seorang pun dilahirkan dengan membawa rasa marah. Dan ketika kita mati, jiwa kita dibebaskan dari perasaan itu. . . "
Kita selalu berpikir bahwa kematian adalah hal mengerikan dan menakutkan, di mana segalanya akan berakhir. Namun buku ini memberikan pelajaran bahwa kematian bukan hal yang perlu ditakutkan karena kematian adalah permulaan dari perjalanan baru. Karena itulah ketika kita hidup, berbuat baiklah pada semua orang karena perbuatan baik itu tidak akan pernah sia-sia dan selalu akan mengalirkan kebaikan lainnya. Kebaikan yang kita lakukan di dunia saat kita masih hidup akan abadi sampai alam baka. Pun dengan kejahatan. Setiap perbuatan akan ada konsekuensinya.
This book is so mellow, sad, but at the same time, warm your heart.
"Menyimpan rasa marah adalah racun. Menggerogotimu dari dalam. Kita mengira kebencian merupakan senjata untuk menyerang orang yang menyakiti kita. Tapi kebencian adalah pedang bermata dua. Dan luka yang kita buat dengan pedang itu, kita lakukan terhadap diri sendiri."
"Beri maaf Edward, beri maaf. Kau ingat perasaan ringan yang kaurasakan ketika pertama kali kau datang ke akhirat?"
Oh iya, aku juga suka banget dengan terjemahan buku ini. Next bikin resensi buku apalagi ya? Jangan lupa baca buku, pals!
Xoxo!
Comments
Post a Comment