Lebaran Ketiga 2018 Liputan di Rumah Novel Baswedan
Novel Baswedan adalah salah satu penegak hukum di negeri ini yang aku idolakan, setelah Artidjo Alkostar. Publik mafhum, Novel yang penyidik senior di KPK ini adalah sosok yang berintegritas. Karena kejujuran dan keberaniannya itulah kemudian matanya menjadi rusak.
Kenapa sih sulit menjadi orang jujur di negeri ini? Kenapa kejujuran harus dibayar mahal dengan kebutaan. Aku rasa siapapun marah terhadap kejahatan yang menimpa Novel.
Setelah meliput langsung kepulangan perdana Novel dari Singapura pada Februari lalu, aku kembali berkesempatan bertemu dengan Novel di sekitar rumahnya di hari ketiga Idulfitri 1439 H pada hari Minggu, 17 Juni 2018. Pada hari itu Wadah Pegawai KPK melakukan silaturahmi dan sekaligus menggelar jumpa pers mempertanyakan kelanjutan penanganan kasusnya.
Novel menagih janji Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menangkap pelaku teror dengan menyiram air keras ke matanya. Setahun lebih berlalu, nasib kasus itu tak jelas. Tentu publik dan para pegiat korupsi tak henti mempertanyakan kasus ini.
Waktu itu matahari cukup terik. Udara Jakarta sangat panas. Tapi aku bersemangat karena meliput di rumah Novel di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dari kos naik Transjakarta dan transit di Dukuh Atas 2 menuju Pulo Gadung. Dari Terminal Pulo Gadung nyambung ojek.
Selesai salat Zuhur berjemaah di masjid dekat rumahnya, Novel menggelar jumpa pers. Didampingi Ketua Wadah Pegawai KPK dan pengacaranya, Novel berdiri di bawah pohon dimana dulu ia diserang oleh orang tak dikenal. Jarak dari rumahnya ke masjid cuma beberapa meter saja dan jarak beberapa rumah.
Untuk pejabat sekelas Novel, menurutku rumahnya yang berlantai satu itu cukup sederhana. Suasana sekitarnya cukup sejuk karena banyak pohon. Waktu itu cukup sepi karena warga di perumahan itu masih mudik. Ada beberapa keluarga dan kerabatnya yang terlihat datang.
Siang itu mataku cukup perih saat memandang mata Novel. Waktu itu dia membuka kacamata dan menjelaskan kondisi matanya. Mata kirinya rusak parah. Pupil mata berwarna hitam tak lagi terlihat, semuanya berwarna merah jambu atau pink. Duuh betapa jahat pelakunya, batinku.
Kita, bangsa Indonesia, harus belajar banyak dari sosok Novel Baswedan. Dengan kondisi mata demikian, yang hampir buta total, tapi ia tetap punya semangat membara memberantas korupsi. Ia tidak pernah takut dengan segala ancaman. Integritasnya tetap terjaga. Dia yakin berada di jalan kebenaran karena itulah ia tak punya rasa takut karena yakin Allah akan menjaganya.
Sehabis jumpa pers, aku dan beberapa kawan wartawan sampai sore berada di depan rumahnya. Di depan rumahnya, ada tiga polisi yang berjaga dengan pakaian preman.
Namanya juga wartawan, aku kepo dan tanya-tanya ke bapak yang jaga. Kata salah satu polisinya, sejak serangan itu Novel selalu dikawal saat melaksanakan salat ke masjid. Pulangnya juga demikian.
Semoga Pak Novel Baswedan segera pulih dan bisa kembali bekerja di KPK memberantas para pencuri uang rakyat. Aamiin.
Masjid dekat rumah Novel Baswedan |
Suasana sekitar rumah Novel Baswedan |
Comments
Post a Comment