Ngobrol Sastra di Bukalapak



Alhamdulillah akhirnya keinginan untuk bertemu penulis idola saya, Eka Kurniawan terwujud. Pada 28 November 2018, saya datang ke acara BukaTalks yang diselenggarakan BukaLapak. Acara ini diselenggarakan di Gedung BukaLapak di kawasan Kemang. Selain Eka Kurniawan, ada juga Faisal Oddang dan Ayu Utami. Buku ketiga penulis ini telah saya baca, walaupun tidak sekua karya mereka.

Buku Eka Kurniawan yang telah saya baca itu Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi, O, dan Cantik Itu Luka.

Sementara buku Faisal Oddang yang pernah saya baca baru Manurung. Tapi yang membuat saya suka dengan Faisal pertama kali sejak membaca cerpennya, Di Tubuh Tarra Dalam Rahim Pohon. Cerpen ini menjadi cerpen terbaik Kompas 2014. Sedangkan buku Ayu Utami yang saya baca cuma Saman.


Dalam acara itu, penulis memaparkan pengalaman-pengalaman yang membuat mereka seperti saat ini, menjadi penulis. Saya tidak terlalu menyimak penjelasan Faisal karena saya telat waktu itu. Jadi saya tidak sempat mencatatnya.


Kegelisahan, adalah hal yang membuat Ayu Utami menjadi penulis. Ada lima pengalaman yang paling berpengaruh yang kemudian membuatnya memilih untuk menuliskannya. Lima pengalaman yang kemudian menjadi kegelisahan itu:

1. Guru perawan tua

Gurunya ini sangat galak. Apalagi melihat siswinya yang cantik, dia merasa insecure atau nampak seperti memusuhinya. 

2. Wanita Tuna Susila (WTS). Literally dia menyebut demikian, instead of PSK.
3. Orgasme. Dia menemukan arti kata ini di kamus dan menemukan artinya: kemarahan
4. Remaja down syndrom di gereja. 

Anak yang dia temui di gereja ini tak punya teman dan dia ingin berteman dengan dia. Remaja ini berusia 17 tahun.

"Di situlah saya alami sesuatu yang mengguncangkan saya. Anak ini punya dorongan seks. Saya merasa Tuhan tidak adil dan itu menggelisahkan saya. Peristiwa yang tidak terselesaikan yang buat saya bertanya betul apa betul Tuhan itu adil," kata dia.

5. Pindah ke Jakarta. Di Jalan Sudirman dia bertemu perempuan cacat yang diketahuinya tiap tahun hamil dan hal itu mengganggu pikirannya. 

"Apakah dia berbuat menikmati atau diperkosa? Saya tidak tahu," kata dia.

"Lima peristiwa kegelisahan yang berperan dalam kepenulisan saya," ujarnya.

"Tiga pertama memengaruhi saya soal bahasa. WTS itu eufimisme," jelasnya.

Ayu menolak menyebut sebagai pelacur karena menurutnya sangat jahat menghakimi perempuan yang menjadi WTS yang dipaksa keadaan dan kemiskinan.

"Sudah mereka korban, kita merasa yang sopan dan terpelajar menyebut mereka sebagai WTS," kata dia.




Saya kira buku-buku yang dibaca yang paling mempengaumem Eka Kurniawan kemudian menjadi penulis. Dia menceritakan, dia tak pernah membayangkan dirinya menjadi penulis. Dia hanya ingin membaca. 

"Saya hanya membaca dan gertater ke dalamnya," ujarnya.

Dalam BukaTalks, dia juga menampilkan beberapa buku yang mempengaruhinya. Kebanyakan buku bertema misteri atau horor. Dia juga mengaku kerap menonton film horor yang diperankan Suzanna. Tema-tema misteri itu menarik perhatiannya.

"Saya secara khusus memotret buku-buku ini setelah bertahun-tahun saya coba melihat diri saya sendiri," kata Eka.





Comments

Popular Posts