Menjahit Mimpi
Saya memang dilahirkan menjadi seorang pemimpi ulung.
Sejak kecil saya kerap bermimpi hal-hal indah, dimana pada saat saya dewasa
kelak, saya memimpikan diri saya akan seperti ini, sesukses orang ini, dan blah
blah blah sejuta mimpi lainnya. Sebelum tidur saya kerap berkhayal saya menjadi
orang kaya yang bisa membeli apa saja dan tentunya bisa kemana saja. Tidak ada
yang salah bukan?
Perlahan, seiring waktu berjalan dan saya tumbuh besar
dan dewasa, beberapa mimpi saya telah terwujud menjadi nyata. Hal yang dulu
pernah saya khayalkan, tiba-tiba terkabulkan walaupun tidak dengan bentuk yang
sama persis. Tapi saya bersyukur akan itu. Alhamdulillah.
Saya terus bermimpi, karena itu membuat saya lebih
hidup dan bersemangat. Mimpi saya kali ini berkeliling dunia. Berkelana ke
negeri-negeri impian saya. Selain itu, mimpi-mimpi lain juga saya catat, saya
rapalkan dalam hati setiap saat, setiap sujud saya, dengan harapan Allah akan
segera mewujudkannya.
Tiba saatnya di saat saya berhenti bermimpi. Dan ingin
berhenti mengejar mimpi-mimpi yang telah saya catat. Rasanya telah cukup saya
bermimpi berkeliling dunia dan kembali ke realitas. Saya akan menikah dengan
orang yang saya sayangi, membangun keluarga bersamanya, memiliki anak, dan
hidup bahagia. Seketika berubahlah mimpi saya, mimpi saya begitu sederhana.
Dialah mimpi saya. Laki-laki yang tiba-tiba datang, meyakinkan saya bahwa cinta
itu benar-benar ada, bukan sekadar penghias bibir. Dia datang dan seketika
menghapus segala luka yang pernah ada. Meyakinkan saya bahwa dia adalah masa
depan saya. Saya pun percaya. Pernikahan adalah salah satu yang sempat terucap.
Dan itulah mimpi saya pada akhirnya, melabuhkan diri pada orang yang mencintai
saya dan saya cintai. Orang yang tidak pernah saya duga bisa saya jatuh cintai.
Benar-benar di luar perkiraan.
Perihal ini, saya tak pernah mengungkapkannya. Saya
takut dia terlalu kegeeran. Tapi pada akhirnya, dia merobek mimpi-mimpi saya.
Menghancurkannya jadi kepingan-kepingan yang tak mungkin lagi bisa berbentuk.
Dia melabuhkan dirinya dengan perempuan lain, yang tentu tidak lebih cantik
daripada saya (jangan komentari pernyataan ini hahahaha). Sejenak
meluluhlantakkan segenap hati yang susah payah saya tata untuknya. Dia menyayat
luka di atas luka dan mungkin tak akan bisa aku maafkan. Maaf, saya hanya
manusia biasa.
Baiklah. Saya berpikir tak bisa terus menerus meratapi
nasib. Saya selalu mencoba berpikir positif, Tuhan punya rencana yang jauh
lebih baik. Tapi tetap saja menyisakan nyeri di hati jika diingat-ingat lagi.
Untuk menyembuhkan luka itu, mantranya hanya satu,
saya harus kembali bermimpi. Menjahit mimpi-mimpiku yang telah lelaki itu
robek. Saya pun mulai menyusun mimpi-mimpi baru dalam lembaran baru hidupku.
Mimpi-mimpi yang dulu sempat terlupakan. Kini, saya mencatat mimpi-mimpi itu.
Merapalkannya dalam hati, menjadikannya doa dan harapan. Dan saya yakin, Tuhan
selalu memeluk mimpi-mimpiku dan pada saatnya akan melepasnya untukku,
menjadikannya nyata.
Persetan dengan laki-laki itu. Saya akan pergi
meninggalkannya dengan mimpi-mimpi indah yang telah tercatat rapi. Saya pun
sempat mengungkapkan mimpi-mimpi tentangnya setelah pergi.
“Kamu tahu
nggak sebelum kenal dan dekat sama kamu, saya punya banyaaaaaaak sekali mimpi.
Tapi seketika setelah kamu datang, mimpiku hanya satu; KAMU.”
Dia jawab; “Apa
saja mimpi-mimpimu?”
Saya tak pernah menjawabnya dan tak perlu karena semua
sia-sia. Selamat menjahit mimpi kembali sang pemimpi ulung!
Comments
Post a Comment