Resensi Buku "Na Willa"
Judul : Na Willa (Serial Catatan
Kemarin)
Penulis : Reda Gaudiamo
Ilustrasi : Cecillia Hidayat
Editor : Thomas Subagyo
Desain : Enrico Halim
Penerbit : aikon
Tahun : 2012
Kehidupan kita sehari-hari belakangan ini hampir
setiap hari dikejutkan dengan berbagai berita-berita menghebohkan dan tentang
persoalan-persoalan berat. Berita korupsi, pembunuhan, bentrokan, pelanggaran
hukum, dan seabreg persoalan berat lainnya. Hidup pun menjadi sangatlah berat
jika dipikirkan. Sepertinya hidup ini memang tak putus dirundung
persoalan-persoalan yang
tak terselesaikan.
Sejenak dapatlah kita melupakan seabreg persoalan
hidup ini. Cobalah kita membaca kehidupan ini dari sudut pandang seorang anak
kecil yang masih polos. Sejenak kita bisa tertawa lepas mengingat kelucuan dan
keceriaan masa kecil kita melalui catatan seorang Na Willa, seorang bocah usia TK dengan
cerita-ceritanya yang penuh keceriaan anak sebayanya.
Buku ini mengisahkan tentang masa kanak-kanank Na
Willa, bocah perempuan berusia lima tahun yang tinggal di Surabaya. Setting waktu dalam buku ini seputar
tahun 1960-an. Na Willa tinggal
bersama Mak dan Mbok di rumahnya di sebuah perkampungan di Surabaya. Bapak atau
dipanggilnya Pak bekerja di kapal sehingga jarang pulang.
Na Willa mempunyai
teman bernama Farida atau Ida yang tidak bisa mengucapkan huruf 'r'. Na Willa
ingin menjadi seperti Mak ketika sudah besar nanti, dengan rambut berombak atau
disebutnya berbelok-belok. Tapi Mbok, pembantu di rumahnya mengatakan ia akan
tumbuh besar seperti Pak dengan rambut lurus dan kaku serta berkulit cokelat
dan bermata sipit.
Ia pun nangis
sejadi-jadinya, tak putus-putus sampai Mak pulang dari pasar. Menceritakan
segala hal dengan sudut pandang anak kecil memang sangat lucu dan menarik.
Seperti kata-kata di bawah ini:
“Kamu apakan dia?” tanya Mak sambil menunjuk aku. Mbok
langsung duduk bersimpuh, dan dia ceritakan apa yang telah terjadi. Mak
bertanya-tanya, Mbok menjawab-jawab. (Halaman 11)
Membaca Na Willa
juga mengembalikan memoriku tentang masa kanak-kanak yang sering main
masak-masakan. Seperti waktu dia menceritakan bahwa dia memiliki alat
masak-masakan dari tanah liat seperti cobek, ulekan, dan belanga.
“Aku dan Farida selalu memasak dengan perlengkapan
itu. Memotong daun kembang sepatu. Diremas-remas sambil diberi sedikit air,
sebentar saja jadi minyak. Bunganya diiris, jadi sambal. Lalu daun cemara
dipitil-pitil, jadi buncis. Kadang-kadang kami buat pecel. Bumbunya pakai bata
merah yang ditumbuk halus. Kerupuknya, kulit kerang putih kecil yang sering
muncul di balik gundukan pasir.”( Halaman 13)
“Tapi aku bosan main boneka dan bikin pecel pakai batu
uleg, goreng genteng pakai minyak kembang sepatu, bubur pasir...” (Halaman 49)
Selain Farida,
teman Na Willa lainnya ada Dul yang jago main kelereng, Bud yang ingusan,
Marni, Yono yang curang, Warno, dan Tri. Tapi Na Willa tidak suka dengan Marni,
Yono, Warno, dan Tri, anak dari Pak Wardiman. Warno sering meneriakinya dengan
Asu Cino. Ketika keluarga Wardiman pindah, Willa sangat senang.
Hal paling lucu di
buku ini saat Na Willa mengambil radio Mak dan berencana membongkarnya. Ia
penasaran dengan suara orang-orang yang kerap di dengarnya mengalun dari radio.
LOL. Saya jadi teringat waktu saya kecil dulu, saya pernah ingin membongkar
tivi dan masuk ke dalamnya agar bisa muncul di tivi. Hahahahahah
Walaupun Na Willa
sedikit nakal, namanya juga anak-anak, tapi ia kritis sekali. Selalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada Mak-nya. Ia pun berbuat nakal karena beralasan, ia
membalas perbuatan orang yang menyakitinya. Saat baru masuk sekolah, ia
menendang dan menjambak rambut temannya karena ia ditertawakan dan dijambak
terlebih dulu oleh temannya dan ia pun membalas dengan hal yang sama.
Rasanya buku ini
sangat pas dibaca oleh siapapun; baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa.
Selain menghibur juga banyak hal yang bisa kita pelajari dari sisi seorang anak
kecil. Oh iya, saya paling sebel sama tokoh Ibu Tini. Seharusnya guru tidak
bersikap demikian, galak dan tidak pernah tersenyum ramah. Buku ini juga harus
dibaca para guru agar tidak seperti Ibu Tini. Lima bintang untuk Na Willa.
Favorite! Ini adalah kali kedua saya membaca Na Willa kemudian menulis
reviewnya. Happy reading !
Comments
Post a Comment