Review Film "A Different War" - Perang untuk Menjadi Diri Sendiri
Israel versus Palestina. Perang yang terus menerus kita saksikan antara
keduanya. Seakan-akan perang tersebut tiada akhir. Suara tembakan, bom, mayat
bergelimpangan, mungkin sudah hal lumrah bagi penduduk di wilayah Timur Tengah
itu. Namun bukan itulah yang coba dipotret dalam film ini.
Adalah Nuni, seorang anak laki-laki Israel kelas 4 SD yang sedang berperang
melawan suatu hal yang bukan dirinya. Ia laki-laki, namun tidak umumnya
laki-laki yang tumbuh di daerah konflik seperti Israel yang cenderung keras dan
mempunyai rasa superior juga tangguh. Diam-diam, ia sering mencoba peralatan
make-up ibunya. Ia lembut, lemah dan pendiam.
Suatu saat di sekolahnya akan diadakan sebuah pementasan drama yang akan dihadiri
oleh Perdana Menteri. Ia ditunjuk oleh gurunya untuk berperan sebagai Raja Daud
atau King David. Ia berberat hati karena sesungguhnya ia ingin berperan sebagai
permaisuri sang raja. Ia ingin menjadi apa yang ia inginkan, yang sesuai dengan
karakternya sendiri. Karena peran yang disuruh tidak sesuai dengan
keinginannya, latihan pun ia lakukan dengan setengah hati dan sering melakukan
kesalahan.
Pada saat latihan, temannya yang berperan sebagai permaisuri selalu salah
dalam adegan menari. Nuni memberanikan diri meminta pada gurunya untuk
memberikan contoh bagaimana seharusnya menari. Ia dengan gemulai layaknya
seorang gadis menari dan menghayati. Kakaknya yang memang tidak suka dengan
polah Nuni yang feminim menjadi marah. Kemudian mengajaknya serta memaksanya
untuk memanjat tembok tinggi perbatasan Israel dan Gaza sebagaimana yang sering
dilakukan anak laki-laki disana.
Nuni disuruh berteriak memaki orang Arab
dengan latar suara deru tembakan. Nuni tetap memanjat dengan ketakutan, namun
diatas tembok ia tidak berteriak
memaki-maki seperti yang diperintahkan. Tapi ia menari. Menggerakkan
tangannya yang gemulai. Ia menunjukkan eksistensinya. Menunjukkan inilah dia
yang sebenarnya. Ia telah berperang melawan ketakutannya untuk menunjukkan
siapa dia sebenarnya. Nuni yang feminim. Lembut. Tidak segarang mereka yang
hidup di wilayah konflik.
Bahwa sesungguhnya kadang kita selalu terjebak dalam hal yang memang bukan diri kita. Mencoba menjadi orang lain dan tidak cukup percaya diri bahkan tidak berani untuk menunjukkan siapa diri kita. Kita selalu berperang melawan diri kita sendiri bahkan nurani kita. Kadang kita ’tampil’ bukan seperti yang nurani kita inginkan dan selalu menjadi ’orang lain’. Pesan itulah yang coba disampaikan dalam film yang cukup singkat tapi menyentuh ini.
Comments
Post a Comment