Pulau Bungin; Melihat Dari Dekat Kambing Pemakan Kertas
Puluhan
masyarakat suku Bajo dari anak-anak hingga orang dewasa berkumpul di sebuah
balai di dekat dermaga Pulau Bungin. Balai itu merupakan salah satu pintu masuk
bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Bungin. Masyarakat Bajo yang mendiami
Pulau Bungin pun bersiap menyambut wisatawan yang datang. Beberapa anak
perempuan akan membawakan sebuah tari penyambutan bagi para wisatawan. Tari
dalam bahasa Bajo disebut joge.
Begitu juga sepasang anak laki-laki akan menyambut dengan atraksi manca atau pencak silat khas masyarakat
Bajo. Dua kesenian sebagai bentuk penyambutan wisatawan akan diiringi oleh
tabuhan musik tradisional yang dibawakan oleh beberapa orang bapak-bapak. Instrumen
musik itu terdiri dari gandak (gendang),
gong, dan piyu atau serunai.
Joge; tari penyambutan khas masyarakat Bajo Pulau Bungin |
Musik tradisional suku Bajo |
Kepala
Dusun Bungin, Desa Bungin, Kecamatan Alas, Makasauw mengatakan setiap ada rombongan
wisatawan yang mengunjungi Bungin selalu disambut dengan joge dan manca yang
diiringi musik tradisional. Dua kali dalam sebulan disebutkan Makasauw selalu
saja ada rombongan wisatawan asing yang mengunjungi pulau yang didiami sekitar
4 ribu kepala keluarga (KK) ini. "Ada yang dari Jerman, Inggris, dan
lainnya. Kebanyakan wisatawan asing. Mereka akan langsung disambut dengan
tarian dan atraksi manca,"
ujarnya.
Pulau
Bungin yang berada di Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa menjadi salah satu
destinasi yang kerap dikunjungi wisatawan. Apa yang menarik dari pulau ini?
Daya tarik yang disuguhkan ialah wisatawan bisa menyaksikan langsung kehidupan
masyarakat suku Bajo di Pulau Bungin. Aktivitas masyarakat dengan rumah-rumah panggung
tradisionalnya tentu menjadi daya tarik tersendiri. Wisatawan dapat menyusuri
Pulau Bungin sambil melihat kehidupan masyarakatnya. Kesahajaan dan keramahan
masyarakat Bungin akan langsung menyambut para wisatawan.
Hal
yang paling menarik dijumpai di pulau dengan luas 8,5 hektar ini tentulah kambing
pemakan kertas. Ini bukan mitos atau hanya sekadar cerita rekaan. Kambing di pulau
ini memang kerap memakan kertas sebagai pengganti rumput yang memang sulit
didapatkan di daerah yang dikelilingi laut seperti Bungin. Tidak hanya memakan
kertas koran atau buku, salah satu hewan herbivora (pemakan rumput) ini juga kerap
memakan uang kertas.
Jika
tidak percaya, silahkan datang saja ke Bungin dan lihat dari dekat
kambing-kambing pemakan kertas. Wisatawan yang datang juga akan menghampiri
kambing-kambing yang banyak dipelihara masyarakat di Bungin dan menyodorinya selembar
kertas. Kambing akan langsung menangkap dan melahapnya. Coba saja untuk
menyodorkan selembar uang kertas, pasti akan tandas juga dilahapnya.
Kambing makan kertas dan uang kertas |
Mengunjungi
Pulau Bungin bisa lewat dua jalur; darat dan laut. Sejak tahun 2002 lalu, telah
ada jalur penghubung melalui darat menuju Bungin. Sehingga wisatawan yang
menggunakan mobil bisa langsung memasuki Pulau Bungin dengan kendaraannya.
Sedangkan jika wisatawan ingin mengunjungi Bungin menggunakan jalur laut, di pelabuhan
Alas, wisatawan bisa menyewa perahu motor yang akan membawa ke Pulau Bungin.
Jarak dari pelabuhan Alas-Bungin dapat ditempuh sekitar 15 menit.
Hampir
seluruh masyarakat Bungin bermatapencaharian sebagai nelayan. Makasauw
menyebutkan biasanya para nelayan disana akan berangkat melaut setiap jam 6
sore dan akan kembali pada pukul 9 malam jika hasil tangkapan telah banyak. "Kadang
satu malam penuh," ujarnya. Hasil tangkapan mereka kemudian akan dijual ke
Alas.
Ada
tiga dusun di Pulau Bungin yaitu Bungin, Tanjung, dan Sekatek. Di pulau ini
juga sudah berdiri beberapa sekolah yaitu; satu PAUD, satu TK, dua SD, dan satu
SMP. Anak-anak Bungin akan melanjutkan SMA ke Kecamatan Alas. Sarana lain yang
ada di Bungin adalah lapangan bola dan satu masjid. Sementara untuk sarana air
bersih dan listrik sudah tersedia.
Makasauw
mengatakan, satu masjid tidak cukup menampung jamaah pada hari-hari besar
keagamaan atau untuk ritual ibadah lainnya. Karena dapat dikatakan masyarakat
Bungin semuanya beragama Islam. "Rencananya kami mau bangun bertingkat.
Tapi tunggu dana dulu," ujarnya.
Masyarakat
di Pulau Bungin tidak menggunakan bahasa Samawa sebagaimana masyarakat di kecamatan
lainnya di Kabupaten Sumbawa. Masyarakat disini menggunakan bahasa Bajo yang
jauh berbeda dengan bahasa Samawa. Namun Makasauw mengatakan sebagian besar
masyarakatnya juga mengerti bahasa Samawa.
Kepala
Desa Bungin, Sofyan mengatakan sekitar tahun 2002, luas Pulau Bungin sebesar
6,5 hektar dengan jumlah penduduk 2.700 jiwa. Setelah dilakukan pengukuran
ulang pada tahun 2007, luasnya bertambah menjadi 8,5 hektar dengan jumlah
penduduk 3.126 jiwa. Sofyan menyebutkan masyarakat Bungin juga banyak yang
merantau ke luar daerah seperti Irian Jaya atau Papua, Bali, Maluku, dan
Belitung. Suasana di Pulau Bungin akan bertambah ramai pada saat lebaran karena
para perantau selalu pulang merayakan lebaran di Bungin.
Perkampungan Pulau Bungin |
Pulau Bungin Bisa
Menjadi Destinasi Wisata Unggulan
Pulau
Bungin adalah salah satu potensi wisata yang ada di Kabupaten Sumbawa. Potensi
tersebut sangat besar dan ke depan perlu polesan, bimbingan dan sinergi yang
mapan dari berbagai pihak untuk pengembangan Pulau Bungin. Pihak-pihak tersebut
yaitu pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Sumbawa, pelaku industri pariwisata,
asosiasi pariwisata, dan media. Hal itu disampaikan oleh Ketua Badan Promosi
Pariwisata Daerah (BPPD) NTB, Awanadi Aswinabawa usai berkunjung ke Pulau
Bungin belum lama ini.
Awanadi
menyampaikan potensi yang ada di Pulau Bungin bagaikan mutiara yang belum
terasah. Pulau Bungin sebagai salah destinasi yang unik dimana dikenal sebagai
pulau paling padat populasinya di dunia, jika dikembangkan dan dikemas
sedemikian rupa bisa menjadi destinasi unggulan di NTB.
"Kita
tidak menginginkan mass tourism tapi
destinasi minat khusus. Kita bisa menciptakan semacam desa wisata,"
ujarnya. Dalam pengembangan desa wisata, harus dikembangkan pariwisata
kerakyatan, dimana masyarakat sekitar terlibat langsung dalam pariwisata tanpa
merusak lingkungan kepariwisataan.
Awan
mencontohkan di Pulau Bungin dibuat semacam tempat tinggal khusus wisatawan
atau homestay. Disamping itu
masyarakat sekitar juga perlu diberikan pelatihan sehingga mereka bisa menjual
cenderamata dan lainnya.
Hal
ini tegasnya memerlukan komitmen yang kuat dari pemda Kabupaten Sumbawa dan
desa setempat untuk benar-benar menjaga dan secara hati-hati mendesain
pengembangan industri pariwisata Pulau Bungin. "Selain itu Pulau Bungin
tidak bisa hidup sendirian. Harus berdampingan dan bersinergi dengan
tempat-tempat lain di Kabupaten Sumbawa," ujarnya.
Untuk
mempromosikan Pulau Bungin, BPPD ujarnya akan melakukan beberapa hal. Awan
menyebutkan pihaknya akan mengundang pelaku wisata lokal maupun dari luar
daerah untuk mengikuti familiarisation
trip (fam trip). Disamping itu wartawan media nasional dan internasional
juga akan ikut diundang untuk mengangkat potensi Pulau Bungin. Sehingga dengan
demikian ke depan Pulau Bungin dapat menjadi salah satu destinasi wisata
unggulan di Kabupaten Sumbawa selain Pulau Moyo.
Perempuan Suku Bajo, Pulau Bungin |
Anak-anak Bungin |
Comments
Post a Comment