Review Film "Yuni"


 

Sutradara: Kamila Andini

Tahun: 2021

Pemain: Arawinda Kirana, Kevin Ardilova, Dimas Aditya, Asmara Abigail


"Mereka tidak tahu bagaimana rasanya benar-benar kehilangan suara."

(Rocker, diperankan Ayu Laksmi)


Setelah film kelar di bioskop, aku selalu duduk sampai benar-benar layar mati. Sampai credit title selesai. Sayang aja gitu rasanya langsung beranjak dari kursi setelah filmnya tamat. Itu bentuk apresiasi aku kepada para film maker dan seluruh kru telah menghadirkan tontonan.

Setelah selesai nonton Yuni pada Jumat (17/12/2021) malam di studio 6, XXI PIM 1, aku juga tetap duduk sampai credit terakhir. Tapi sayang aku gak fokus baca nama-nama yang ada di depan aku. Aku sibuk menyeka air mata yang terus menerus mengalir setelah selesai nonton Yuni. Dadaku rasanya sesak sekali. Bahkan setelah aku keluar bioskop, aku masih tetap nangis.

Hal yang membuat dadaku sesak adalah mimpi-mimpi yang harus dibiarkan lenyap. Dan pada akhirnya kita harus kalah tanpa sempat melanjutkan mimpi.

Yuni menghadirkan realitas yang sangat dekat dengan pengalaman-pengalaman dan kehidupan perempuan. Stigmatisasi yang melekat sejak kita dilahirkan kerap menghancurkan mimpi-mimpi dan pada akhirnya kita harus kalah, mengalah, atau dikalahkan oleh kemelekatan itu, harus terima nasib karena kamu perempuan. Karena kamu perempuan kamu tidak boleh menolak lamaran. Karena kamu perempuan, nilaimu hanya diukur sebatas pada keperawanan. Karena kamu perempuan kamu tidak boleh sekolah tinggi, tidak boleh bercita-cita tinggi, cukup terima nasib dan habiskan hidupmu di kasur, dapur, sumur.


Yuni (Arawinda) adalah seorang siswi SMA kelas tiga asal Banten, penggemar warna ungu. Dari motor, helm, pakaian dalam, baju, sampai minuman kegemarannya pun warna ungu. Yuni ingin melanjutkan pendidikannya selepas SMA dan dia masih ingin mencoba banyak hal dan tidak memikirkan menikah sama sekali.

Ada tiga pria yang melamarnya.  Lamaran dua pria ditolak dan ada mitos yang berkembang di masyarakat setempat bahwa perempuan yang menolak lamaran untuk ketiga kalinya itu pamali dan perempuan dapat ditimpa kesialan. Di sinilah Yuni dilema. Harus mengikuti kata hatinya atau mempercayai mitos tersebut dan akhirnya menerima lamaran dari pria ketiga, Pak Damar (Dimas Aditya) yang juga guru Bahasa Indonesianya di sekolah.

Film yang berdurasi 122 menit ini full menggunakan bahasa Jawa Banten atau juga disebut Jawa Serang atau Bebasan, ada unsur Bahasa Sunda dan Jawa Ngapak. Saya pun baru dengar bahasa seperti itu. "Sire" itu kamu. "Kita" itu aku dan "baturan" itu teman, yang ketiga ini sama dengan Bahasa Sasak hehe.


Ada tiga scene yang buat aku nangis di film ini. Pertama saat Yuni didandani Suci (Asmara Abigail) yang seorang pemilik salon lalu foto-foto dan mereka unggah di Instagram. Kenapa nangis? Karena menurutku adegan itu pesannya kuat banget. Kadang hidup tidak selalu adil padamu, tapi kamu harus tetap bahagia dan merayakannya dengan hal-hal yang kamu senangi. "FREEDOM ABIIIISS" kalau kata Suci.

Suci adalah korban KDRT. Menikah di usia muda. Keguguran. Sering digebuk suami. Memilih cerai tapi diusir keluarga. 

Adegan kedua adalah waktu Maesarah, anggota geng Yuni, terpaksa menikah dengan Arief. Padahal dia masih mau sekolah dan main bersama teman-temannya. Di sini sedih banget. Padahal Arief dan Sarah tidak melakukan apa-apa, tapi dituduh melakukan tindakan mesum oleh warga jadi harus dinikahkan karena keluarganya keburu malu. Dia mengorbankan masa mudanya.

Yang ketiga adalah waktu adegan terakhir, saat Yuni menyanyikan lagu Mimpi-nya Anggun C Sasmi. Ada mimpi yang melayang, hilang, terbang   terbawa angin.


Semoga perempuan-perempuan di luar sana, kita semua, yang tengah berjuang, tetap kuat dan berdaya.


Please, please, please, go watch Yuni. It's a must!


Comments

  1. Replies
    1. Gak bakalan ada di YouTube pak. Nonton di bioskop aja, masih tayang kok.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts