Review Film "Posesif"

 



Sutradara: Edwin
Tahun: 2017
Pemain: Putri Marino, Adipati Dolken, Gritte Agatha, Chicco Kurniawan, Yayu Unru, Cut Mini Theo



Lala (Putri Marino) adalah atlet lompat indah, mewarisi bakat almarhum ibunya. Dia dilatih keras ayahnya (Yayu Unru) agar masuk dalam kontingen PON mewakili DKI Jakarta. Tapi tiba-tiba dia memilih keluar dan merasa selama ini ayahnya egois hanya ingin membentuknya menjadi seperti kehendak ayahnya saja.

Lala berubah setelah berteman dan kemudian berpacaran dengan Yudis (Adipati). Yudis terus-terusan mempengaruhi Lala agar tidak menuruti keinginan ayahnya. Yudis juga selalu mengawasi Lala dan tidak memberikan Lala kesempatan untuk bermain dengan sahabatnya, Rino (Chicco Kurniawan) dan Ega (Gritte Agatha).

Yudis sangat posesif. Dia hanya ingin Lala ada untuknya. Jika keinginannya tak dituruti, dia akan memanipulasi dan memaksa Lala mengikuti keinginannya, bahkan walaupun dengan kekerasan.

Lala terjebak dalam hubungan yang abusive dan toxic. Dia dibutakan cinta.

Kalau tidak salah ini adalah akting debut Putri Marino. Saya baru nonton sekarang dan itu gara-gara Putri Marino, setelah terkesima dengan penampilannya dalam web series Layangan Putus. Hehe
Saat film ini rilis, reviewnya memang positif tapi saat itu saya tidak sempat nonton dan untungnya ada di Netflix.

Kemampuan akting Putri Marino memang patut diacungi jempol. Dia begitu masuk ke dalam jiwa tokoh-tokoh yang dia perankan, termasuk sebagai Lala.

Karakter Adipati juga sangat menarik. Dia berhasil membangun citra yang jauh berbeda di luar dan dalam rumah. Saya juga suka sama peran ayahnya Lala. Sosok ayah yang sabar dan pemaaf tapi tegas.

Tema abusive relationship dalam film ini sangat menarik. Banyak orang yang kadang tidak sadar terjebak dalam hubungan toxic dan cukup sulit untuk keluar dari circle tersebut. Dan semoga film ini dapat memberi insight baru pada anak-anak muda yang baru mengenal cinta dan bisa mengenali bagaimana seharusnya membangun hubungan yang sehat itu.

Sifat posesif kerap dianggap sebagai tanda cinta, tapi sebenarnya itu hal yang keliru. Tidak ada kata 'kepemilikan' dalam sebuah hubungan, karena kita adalah individu merdeka, berdiri sendiri, punya otoritas atas diri kita. Yang seharusnya bentuk pengikat dalam hubungan adalah "kesalingan", saling mengasihi, saling menghormati, memberi ruang untuk saling tumbuh dan berkembang.

Anak muda sih wajib nonton ini. Rate: 4/5

Comments

Popular Posts