Omah Budoyo, Galeri Wajib Dikunjungi di Jogja Bagi Penikmat Seni

 


Pada hari terakhir di Jogja, saya bingung bakal pergi ke mana sembari menunggu jadwal kereta saya jam 11 malam. Memang di Jogja banyak tempat yang bisa didatangi, tapi karena budget saya terbatas sebagai seorang backpacker, jadi saya menimbang-nimbang mana tempat menarik, belum pernah saya datangi, dan tentu gratis.

Pada Minggu (17/7/2023) siang, saya ngalor ngidul sendiri di Malioboro. Sehabis makan pecel di Teras Malioboro 2, saya bingung mau kemana. Akhirnya saya duduk-duduk di depan Benteng Vrederburg sambil mikir kemana enaknya.

Setelah capek mikir, akhirnya saya memutuskan ke Omah Budoyo, sebuah galeri seni di dekat Mantrijeron, tidak terlalu jauh dari hostel yang saya tempati dua hari sebelumnya.

Awalnya saya dapat informasi dari teman yang saya kenal di Prambanan Jazz Festival, di sini ada pameran karya seni yang terbuat dari rajutan gitu atau seni crochet. Tapi sayang sore itu ruang pameran itu sudah ditutup. 




Akhirnya saya menikmati barang-barang kerajinan yang dipajang dan dijual di tempat ini. Pengunjung bebas masuk, tanpa dipungut biaya. Enggak beli juga enggak masalah.

Kebetulan ada juga beberapa karya baru yang dipajang, sepertinya terbuat dari limbah kain.



Tempatnya tidak terlalu besar. Tapi barang-barang yang dipajang bagus-bagus, mulai dari keramik, patung-patung, perhiasan, mebel, kain-kain tradisional dan lainnya. Harganya memang mahal-mahal tapi menurutku worth it aja bagi orang yang mampu dan kolektor maupun penyuka seni.
















Di belakang galeri seni ini ada semacam pendopo yang dekorasinya tuh bagus banget. Kayu-kayu di pendopo ini diukir tapi dihias dengan warna cerah. Sehingga kesannya modern tapi tetap ada unsur etnik tradisionalnya.

Di salah satu sudut di dekat pendopo ada patung yang didesain minimalis dengan warna neon.







Di belakang ini pengunjung bisa duduk di kursi dan meja yang disediakan sambil menikmati minuman atau makanan yang bisa dipesan di situ juga. Jadi semacam kafe.

Di belakang ini juga cukup asri karena ada pohon yang cukup rindang dan kolam kecil di dekatnya.




Hal yang lucu yang saya temui di galeri ini, seekor anjing menggemaskan yang talinya diikat ke sebuah pintu. Awalnya aku pikir ini anjing mainan karena waktu aku deketin sama sekali gak berkedip. Hahahah. Aku tahu ini anjing beneran setelah tanya ke ibu pemilik warung di depan galeri.


Setelah berkeliling galeri, cuci mata menikmati barang-barang keren yang dipajang, saya mampir ke warung yang ada di seberang galeri. Saya haus dan beli es Nutrisari.

Akhirnya saya lama duduk di warung ini sembari mikir mau kemana lagi, karena saya masih punya waktu sampai jam 10 malam di Jogja.

Saya pun ngobrol dengan ibu pemilik warung yang ramah. Saya tanya-tanya soal siapa pemilik galeri dan lain-lain.

Ibunya juga cerita, sekitar dua minggu sebelumnya ada insiden di galeri itu. Kata dia, ada empat orang mahasiswa pecicilan datang ke sana, becanda-becanda di dalam dan memecahkan guci kecil yang harganya Rp20 juta. Hihi.

Pemilik galeri lantas meminta ganti rugi senilai barang yang dipecahkan. Kata ibu itu, kendati sudah bikin masalah, tidak ada rasa bersalah pada diri mahasiswa ini. 

Menurutku sih kalau berkunjung ke tempat seperti ini, enggak boleh grasak grusuk. Barang-barang di sini banyak yang jenisnya pecah belah, berisiko rusak. Jadi kalau mau becanda atau pecicilan sebaiknya tahu tempat.

Hal yang aku senang dari sebuah perjalanan adalah bertemu warga lokal, mendapat cerita-cerita baru yang mungkin tidak banyak orang tahu. 

Pas magrib, aku pamit ke ibunya dan pesan ojol. Akhirnya aku memutuskan tujuan terakhirku di Jogja malam itu adalah ke Jogja National Museum.




Comments

Popular Posts