Ketakutan yang Menyiksa



Sunset di Jalan Gatot Subroto


Malam ini aku bergidik hebat. Malam betapa menjadi begitu mengerikan. Semua orang seperti berubah menjadi orang jahat. Tak ada orang baik. Aku memandang orang-orang siap menerkamku. Merampas diriku dan segala yang melekat dalam diriku.


Kukaitkan dan kekencangkan ikatan ranselku. Aku berjalan dengan langkah yang sangat cepat. Malam begitu terang dan lampu jalanan kota tak pernah padam. Tapi langkah tetap kupercepat. Sekarang tujuanku adalah halte pinggir jalan. Tempat paling mengerikan bagiku. Tak pernah kusetakut malam ini. Biasanya aku begitu cuek. Seolah-olah tak ada hal yang kutakutkan. Bagiku dulu tak ada manusia jahat. Tapi sekarang pikiranku berubah.

Aku berdiri di halte. Menunggu bus. Untungnya halte ini cukup benderang. Sialnya aku tetap bergidik. Mataku awas. Kutengok kiri kanan. Kuamati tempat mana yang paling tepat nantinya aku akan melarikan diri jika ada penjahat menghampiri. Beberapa mobil berhenti beberapa meter dari tempat kuberdiri. Aku selalu berpikir mereka berniat merampok atau menculikku. Aku ingin menangis. Tuhan, betapa ketakutan ini menyiksaku.

Bus tak juga datang. Seorang pemuda tampan berjaket abu menyeberang jalan dan berhenti di depanku. Rupanya ia juga tengah menunggu bus yang sama. Ia berdiri sembari membuka dompet dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Aku ingin menghampiri dan berpesan bahwa tak baik mengeluarkan dompet di tempat seperti ini. Maling bisa datang dari mana saja. Tapi kuurungkan. Bus biru mendekat. Kami pun naik dan aku merasa aman.

Sudut-sudut jalan ibukota seperti memburuku. Siap memangsaku. Aku menjadi begitu penakut sejak peristiwa itu. Aku menjadi manusia penuh curiga. Ini menyiksa. Sangat menyiksa.





Jakarta, 30 Agustus 2018

Comments

Popular Posts