Review Film Dokumenter "Mission Blue"

 

Dr Sylvia Alice Earle
Source pic: https://abyssoceanworld.com/


Sutradara: Robert Nixon, Fisher Stevens

Penulis: Mark Monroe, Jack Youngelson

Tahun: 2014


Dalam film dokumenter ini, kita disuguhkan dengan keindahan alam bawah laut surgawi, karang-karang yang masih utuh sebagai penyangga ekosistem bawah laut, ikan-ikan beragam jenis, dan biota laut. Pemandangan surgawi itu hanya sementara, sebelum kita disuguhkan dengan kondisi alam bawah laut yang mengejutkan dengan segala permasalahannya.

Sampah, karang yang hancur karena penggunaan bom untuk menangkap ikan, uji coba persenjataan nuklir yang kerap diarahkan ke laut di pulau terpencil, tumpahan minyak. Itulah di antara sejumlah penyumbang kerusakan laut di berbagai belahan dunia.

Kecintaannya pada laut lah yang mendorong Dr Sylvia Alice Earle untuk mendedikasikan hidupnya mengkampanyekan penyelamatan alam surgawi bawah lauh. Dr Earle adalah seorang oseanografer, ahli biologi kelautan, penjelajah, dan juga pegiat lingkungan. Dia menyelam ke dasar laut meneliti jenis-jenis rumput laut dan biota laut lainnya.

"Bisa kubayangkan dunia yang berbeda, dunia yang amat berubah hanya dalam masa hidupku. Enam puluh tahun lalu, saat aku mulai menjelajahi lautan, tak ada yang mengira, kita bisa merusaknya. Tampaknya saat itu adalah lautan Firdaus. Tapi kini, kita menghadapi hilangnya surga," jelasnya.

Menurut Dr Earle, jika kita gagal mengurus dan menjaga lautan, maka tidak ada lagi yang penting karena keberadaan lautan sangat vital bagi Bumi ini. Jika tidak ada laut, maka Bumi ini akan kering kerontang bagaikan Mars.

Dalam dokumenter ini juga dipaparkan persentase data kerusakan laut dan juga perbandingannya dalam beberapa tahun. Salah satu penyebab utama kerusakan laut adalah pengeboran minyak, seperti di Teluk Meksiko.

Pada 2010, kilang minyak di Teluk Meksiko meledak. Tumpahan minyaknya menjadi ancaman malapetaka lingkunga. Disebutkan bahwa pada 1947, hanya ada satu titik pengeboran minyak di Teluk Meksiko. Dan sekitar enam dasawarsa kemudian, pada 2014 tercatat lokasi pengeboran bertambah menjadi 33.835. 

Ternyata, sektor pertanian juga berdampak negatif terhadap kelestarian laut. Salah satunya penggunaan pupuk nitrogen yang akan mempengaruhi kualitas air. Di Amerika Serikat, perkebunan jagung di sejumlah negara bagian seperti Iowa, Illinois, dan Nebraska yang cukup berkembang pesat sebagian besar menggunakan pupuk nitrogen. Semua pupuk mengalir menuju Sungai Mississippi yang kemudian diteruskan ke sungai-sungai lainnya. Dampak pupuk nitrogen yang mengalir ke sungai dan kemudian menuju laut ini memicu ledakan fitoplankton yang luar biasa, akibatnya plankton akan busuk dan mati. Plankton yang membusuk akan menghabiskan oksigen dan apapun yang hidup di sekitarnya seperti ikan dan kepiting juga akan mati.


Dr Earle yang menulis buku The World is Blue: How Our Fate and the Ocean's are One ini menganggap alam bawah laut seperti toko permen di mata anak-anak. Setiap menyelam dia sangat senang dan seperti anak-anak yang berada di toko permen.

"Tapi, segalanya hidup," kata dia.

Film ini menyadarkan kita betapa vitalnya keberadaan laut yang harus kita jaga dan lestarikan. Film ini juga menimbulkan kekhawatiran dalam hati akan masa depan laut. Laut adalah sumber mata pencaharian banyak orang dan ketika populasi ikan berkurang, jutaan orang akan kehilangan sumber pendapatan, dampaknya kemiskinan akan terus bertambah, banyak orang akan semakin menderita dan kelaparan.

Mission Blue juga punya misi. Selain membuat audiensnya lebih mencintai laut dan menyadari pentingnya berkontribusi menjaga kelestariannya, film ini juga ditargetkan  dapat meningkatkan cakupan laut yang dilindungi. Pada 2014, kurang dari 3 persen laut yang dilindungi dan Missin Blue berharap persentasenya meningkat menjadi sedikitnya 20 persen pada 2020.


Yuk jaga laut kita. Hal paling kecil yang bisa kita lakukan adalah tidak membuang sampah di sungai dan pantai. Selalu buang sampah pada tempatnya ya besties!


Rate film ini aku kasih 4/5



Comments

Popular Posts