Lesson Learned (Trip Kuala Lumpur-Singapore Part 1)
Inilah yang
saya selalu rindukan dari sebuah perjalanan, pelajaran-pelajaran yang bisa saya
petik dari setiap hal yang saya temui. Pelajaran-pelajaran hidup yang saya
ambil dari orang lain, yang membuat saya mengutuki diri sendiri karena tak pernah
benar-benar mensyukuri nikmat kehidupan yang telah Tuhan anugerahkan kepada
saya.
Mereka yang
saya temui di perjalanan membuat saya malu. Malu sama diri sendiri. Malu sama
Tuhan tentu saja. Siapa mereka? Mereka barisan para TKI yang akan menuju negeri
tetangga demi sesuap nasi, demi menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi
keluarganya. Merekalah yang membuat saya menangis, menitikkan air mata
diam-diam saat berada di ruang tunggu menuju pesawat Air Asia dengan nomor
penerbangan AK 309, Lombok-Kuala Lumpur, tanggal 28 Mei 2015.
Mereka
puluhan jumlahnya, menggunakan kaos seragam berwarna putih dengan tulisan
punggung nama perusahaan yang memberangkatkan mereka. Pertama kali melihat
mereka pada saat check in, saya
berada di antrian samping barisan mereka. Saya pikir mereka bukan TKI pada
awalnya karena rata-rata mereka masih berusia mudah, lantas seorang kerabat
yang bekerja di BP3TKI menyampaikan bahwa mereka semua itu TKI.
Saya nggak
tahu kenapa pada akhirnya saya menangis. Saya menangis bukan karena kasihan
sama mereka, tapi saya mengasihani diri sendiri. How poor I am. Kenapa? Saya pergi ke Kuala Lumpur untuk liburan,
untuk bersenang-senang, dengan uang yang memenuhi kantong. Saya menghabiskan
uang. Saya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bersenang-senang ke luar
negeri tapi saya juga masih sering mengeluh akan kehidupan saya. Saya masih
selalu merasa kurang, ingin ini, ingin itu. Saya di Indonesia memiliki
pekerjaan yang baik, dengan gaji yang bisa dibilang lumayan untuk ukuran
tingkat kehidupan saya, tapi saya selalu merasa kurang dan kurang.
Tapi mereka?
Mereka datang ke negeri orang, rela meninggalkan anak, isteri, orang tua,
keluarga, dan orang-orang terkasih demi kehidupan yang lebih baik. Mereka
membawa harapan orang-orang terkasih, ada beban yang mereka bawa. Mereka para
pejuang, a truly warrior. Saya
menatap mereka diam-diam, ada juga bapak-bapak yang umurnya 40-an. Dan saya
semakin sedih, saya mengingat beberapa tahun lalu ketika almarhum bapak saya
sempat mendaftar sebagai calon TKI.
Saya pun tak
berani menatap barisan TKI itu. Saya sangat malu, malu sama diri sendiri. Mata
saya basah saat melihat mereka masuk satu per satu ke dalam pesawat. Dalam hati
saya mendoakan segala kebaikan bagi mereka. Merekalah yang mengajari saya untuk
lebih mensyukuri hidup saya yang sangat indah ini. Semoga Allah SWT melimpahkan
rezeki untuk mereka, melindungi dan menjaga mereka di negara orang agar bibit
harapan yang mereka semai mekar dan berbunga. Aamiin Allahumma Aamiin. Lesson learned on my first day trip to
Kuala Lumpur and Singapore.
Barisan TKI pada saat memasuki pesawat Air Asia AK 309 |
Comments
Post a Comment