Resensi Buku "Jangan Pulang Jika Kamu Perempuan"

 


Akhirnya selesai juga baca buku ini, setelah dicicil bacanya. Kenapa bacanya dicicil? Gak langsung sekali duduk langsung habis? Apa buku ini bukan page turner? Nope! Justru saya ingin cepat menyelesaikan cerita yang satu dan segera lanjut ke cerita lainnya karena tema cerita yang diangkat dalam kumpulan cerpen ini sangat menarik buat saya dan sangat relatable buat saya.

Pertama karena beberapa cerita berlatar belakang kultur masyarakat Sasak, dan saya adalah perempuan asli Sasak. Kedua, isu yang diangkat dalam buku ini adalah isu yang saya benar-benar concern buat saya; pelecehan seksual. Ada beberapa cerpen yang isu besarnya adalah soal pelecehan seksual, termasuk isu kesehatan mental.

Hal yang membuat saya lama membaca buku ini, 3 mingguan, padahal tergolong tipis, 154 halaman adalah saya butuh jeda. Membaca beberapa cerita dalam buku ini membuat saya harus menarik napas panjang. Ada nyeri di dada. Ada rasa sesak.

Penulisnya, yang juga teman saya, sebelumnya juga memperingatkan ada trigger warning kalau baca buku ini. Kata Riyana Rizki atau yang biasanya saya panggil Eti, "Kalau kakak merasa kurang nyaman, bisa berhenti dulu." Saya benar-benar berhenti dan lanjut lagi beberapa hari kemudian.

Cerita yang paling membuat dada saya nyeri adalah ketika membaca cerpen berjudul "May". May adalah karyawan di sebuah perusahaan yang posisinya cukup tinggi, dia dilecehkan bosnya tapi ketika dia melawan, justru dia yang disalahkan dan dianggap penggoda.

Fenomena seperti ini akrab sekali kita jumpai jika ada isu pelecehan seksual. Perempuan yang pertama kali mendapat judgment bahkan dari sesama perempuan sendiri ketika menyikapi soal kasus pelecehan seksual.

Menyakitkan sekali jadi perempuan yang selalu serba salah ketika harus menghadapi pelecehan seksual, apalagi pelakunya punya relasi kuasa seperti Poses, bos si May. May berada pada posisi serba salah, tidak bisa melawan saat dilecehkan dianggap menerima. Berani melawan pun tetap masih juga disalahkan dan harus menanggung risiko yang seharusnya bukan tanggung jawabnya.

Penulis juga merekonstruksi ulang cerita dongeng, menampilkannya relevan dengan isu saat ini, seperti di cerita Sudah Kukatakan Aku Timun Mas, Tegining Teganang, dan Perawan, Perawan Turunkan Rambutmu yang terinspirasi cerita Rapunzel, tokoh Disney yang berambut panjang tinggal di atas menara.

Salah satu cerita yang relatable buatku adalah Jangan Pulang Jika Kamu Perempuan. Sulin dibawa lari Rustam dan mereka hendak menikah. Membawa lari perempuan untuk diajak nikah merupakan adat masyarakat Sasak. Biasanya proses membawa lari ini merupakan kesepakatan kedua pihak dan dengan sepengetahuan keluarga masing-masing. Tapi ada juga perempuan yang dibawa lari tanpa sepengetahuan atau kesepakatannya. Misalnya dia diajak keluar makan tapi akhirnya dia dibawa kawin lari.

Ada mitos yang berkembang, perempuan yang dibawa lari tidak boleh dikembalikan karena nanti dia tidak akan laku dan bakal jadi perawan tua. Perempuan yang telah dibawa lari harus tetap dinikahkan walaupun si perempuan tidak cinta sama si laki-laki. Perempuan yang dikembalikan atau pulang setelah dibawa lari biasanya akan jadi bahan gunjingan.

Hal ini pernah dialami teman saya sendiri. Dia dibawa lari saat masih kelas 1 atau 2 SMA kalau tidak salah.  Kemudian keluarganya mengambilnya kembali. Tapi jadi gunjingan, diejek "pengantin burung (batal)". Padahal teman saya masih punya masa depan panjang, bisa lanjut sekolah lagi. Tapi beberapa minggu kemudian, si laki-laki kembali membawa dia kabur dan akhirnya mereka menikah. Akhirnya teman saya putus sekolah. Pernikahannya tidak berlangsung lama. Mereka bercerai.

Membaca Jangan Pulang Jika Kamu Perempuan membuat saya flashback ke masa-masa itu. Dulu saya belum tahu apa-apa dan saya masih mengikuti saja mitos-mitos yang berkembang di masyarakat saat itu. Dan hal yang dulu paling saya takutkan adalah saya juga bakal dibawa kabur laki-laki yang tidak saya cintai sebelum saya lulus sekolah.

Harapan saya buku ini banyak dibaca perempuan Sasak, dan kita bisa menghentikan dan mematahkan mitos-mitos yang justru merugikan kita sebagai perempuan dan bahkan membuat kita tidak akan pernah berkembang jika kita masih meyakininya.


Buku selalu menjadi teman perjalanan yang asyik. Ruang tunggu Bandara Internasional Lombok, 14 Oktober 2021


Comments

Popular Posts