Resensi Buku "Perjalanan ke Atap Dunia" - Ekskursi Meraih Mimpi
Judul Buku : Perjalanan Ke Atap Dunia
Penulis : Daniel Mahendra
Penerbit : Medium, 2012
Jumlah Halaman : 353
Hanya sebuah angan, pada awalnya. Kemudian keinginan itu menjadi
sebuah mimpi besar. Kemudian pada akhirnya alam raya mendorong si
pemilik mimpi ini untuk berjalan meraihnya. Itulah konspirasi jagad
raya, seperti kata Paulo Coelho dalam Sang Alkemis.
Tibet, adalah negara impian Daniel Mahendra untuk dijelajahi. Mimpi
berdarmawisata ke Tibet mulai dieram sejak lama. Tempat yang menjadi
bagian dari Tiongkok itu telah menyihirnya. Mimpi tentang Tibet selalu
dibicarakan.
Pada akhirnya ia mengambil langkah agar mimpi itu segera mewujud.
Berbagai upaya dimulai. Menjangkau Tibet itu tak mudah dan tentunya
sangat mahal. Upaya awal yang dilakukan Daniel adalah memenuhi pundi
kantongnya demi biaya perjalanan ke Tibet. Dalam buku ini diceritakan
bagaimana ia bekerja keras mengumpulkan rupiah demi rupiah agar mimpinya
terwujud.
Setelah duit terkumpul, usaha tak selalu mulus. Banyak kendala yang
kerap merintangi langkahnya. Rencana ke Tibet yang sudah ia susun
sedemikian rupa sempat terancam gagal karena pada saat itu tiba-tiba
negara yang dicaplok Tiongkok pada tahun 1950 itu ditutup untuk turis.
Tapi dengan tekad membulat yang tak pernah padam, serta selalu sabar
diiringi upaya keras, semua berhasil dilaluinya.
Ekskursi meraih mimpi pun dimulai. Sampai pada akhirnya ia
menginjakkan kaki di Lhasa, ibukota Tibet. Saya bisa membayangkan
bagaimana perasaannya setelah sekian lama bermimpi pada akhirnya
terwujud, saya ikut terharu ketika Daniel turun dari kereta yang
membawanya selama dua hari dari Chengdu ke Lhasa. Matanya basah, karena
tak percaya ia telah sampai pada mimpinya.
Berbagai keseruan pengalaman ia tuangkan dalam buku ini. Ceritanya
mengalir lancar dan saya ikut terbawa olehnya. Mata saya berkaca-kaca
ketika ia menceritakan suara adzan terdengar di kota Lhasa dan juga ikut
sholat maghrib berjamaah di masjid. Saya baru tahu di tengah penduduk
yang pada awalnya saya pikir 100 persen menganut Buddha itu ternyata ada
masjid. Umat Islam pun hidup berdampingan dan damai dengan para
penganut agama lainnya. Ini pengaruh besar Dalai Lama pastinya yang
selalu menebar kedamaian. Masya Allah. Aku pun bermimpi, suatu
saat akan berada di kota itu dan sholat di masjid Lhasa (walaupun dalam
buku ini diceritakan jamaah sholat berjamaah hanya laki-laki, siapa tahu
nanti bisa berubah aturannya hehehe). Tibet itu salah satu bagian
mimpiku juga.
Setelah dari Tibet, cerita perjalanan pun dilanjutkan ke Nepal,
tetangganya. Di Nepal petualangan Daniel berlanjut. Di tepi sebuah danau
di daerah yang jauh dari pusat kota Kathmandu,tak dinyana cintapun
bersemi. Daniel jatuh cinta dengan seorang dokter asal Prancis yang
sedang studi di New Delhi, India.
Buku ini adalah salah satu buku traveling yang sangat aku suka.
Karena suka dan jatuh cinta dengan ceritanya, buku ini aku tuntaskan
hanya kurang dari dua puluh empat jam. Selebihnya, buku ini sangat
menginspirasiku untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Terpenting adalah upaya
dan kerja keras yang kita kerahkan dalam mewujudkan mimpi. Seperti yang
tertulis di halaman 159: “Terkadang proses untuk mencapai sesuatu
acapkali jauh lebih bermakna ketimbang tujuan itu sendiri”.
Kekurangan buku sebenarnya nihil, hanya ada beberapa kata yang typo.
Ada juga beberapa kosakata bahasa Indonesia yang tak biasa digunakan
dalam buku ini. Akibatnya aku harus buka KBBI dulu. Tapi bisa menambah
perbendaharaan kata baru dan ini penting untuk wartawan sepertiku .
Hehehe,, anyway, happy reading!
Resensi ini juga dimuat di harian Suara NTB edisi hari Kamis, 20 November 2014. Versi koran dan disini berbeda :)
Comments
Post a Comment