Review Film "English Vinglish"
Pemain : Sri Devi, Adil Hussain, Mehdi Nabbou,
Priya Anand, Neelu Shodi, Cory Hibbs, Sulabha Despande
Sutradara : Gauri
Shinde
Tahun : 2012
Film yang dirilis dua tahun lalu ini sebagai salah satu
penanda kembalinya ratu layar lebar Bollywood ke dunia film. Selama lebih dari
satu dekade, Sri Devi vakum dari dunia film yang telah membesarkan namanya.
Isteri Boney Kapoor ini lebih memilih mengurus suami dan fokus membesarkan dua
puterinya, Janvi dan Khushi yang kini telah beranjak remaja. Meski cukup lama vakum, tapi kemampuan aktingnya tetap
memukau. She was very stunning in this movie.
English Vinglish dalam pandangan saya tidak hanya memukau
dari segi kemampuan Sri Devi memerankan tokoh Sashi, tapi dari segi ide cerita
yang kuat dan menohok. Mak jleeebb banget deh pokoknya.
Ceritanya sederhana tapi sangat menyentuh. Sashi seorang ibu
rumah tangga yang penampilannya sederhana dan pintar memasak. Ia jago membuat
Laddoos atau sejenis gula-gula khas India berbentuk bulat sebesar bola ping-pong
berwarna kuning emas. Selain mengurus dua anak, suami, dan mertuanya, ia juga
menjalankan bisnis rumahan Laddoos dengan sistem pesan-antar ke setiap rumah
pelanggan.
Satu kelemahan Sashi adalah tidak bisa berbahasa Inggris
seperti suami dan anaknya, Sapna yang sedang beranjak remaja. Ketidakmampuannya
berbahasa asing ini membuatnya sering menjadi bahan tertawaan suami dan
anaknya.
Memang klise, karena tidak semua wanita India fasih
berbahasa Inggris. Tapi dalam pandangan Sapna, hal itu cukup memalukan. Apalagi
dia bersekolah di sebuah sekolah yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa
Inggris. Walaupun Sashi tak menampakkan kekecewaannya atas sikap anak dan
suaminya, namun ditertawakan orang yang disayanginya melukai hatinya. Ia
merasa tak dihargai sebagai isteri dan ibu.
Suatu ketika, Sashi ditelepon kakak perempuannya yang
tinggal di New York. Ia diminta untuk terbang ke negeri Paman Sam untuk
membantu kakaknya menyiapkan pernikahan anak pertamanya. Ia ragu, apakah harus
pergi atau tidak, suami dan anaknya terus mendesak agar ia pergi. Akhirnya
Sashi berangkat dengan keterbatasan penguasaan bahasa asing.
Singkat cerita, didorong oleh pengalaman memalukan di sebuah
cafe pada saat memesan makanan, Sashi berencana mengikuti kursus kilat Bahasa
Inggris setelah melihat iklan yang dipasang di sebuah bus kota. Secara
diam-diam ia mengikuti kursus, sampai pada akhirnya ia berani berbicara dengan
Bahasa Inggris di tengah tamu undangan pada saat pernikahan keponakannya
berlangsung.
Semua orang salut pada keberanian Sashi, termasuk beberapa
teman kursusnya yang diundang pada acara tersebut seperti Laurent dari Prancis,
supir taksi berkebangsaan Pakistan, teknisi yang datang dari India bagian
selatan, pembantu wanita dari Mexico, dan seorang perempuan dari Tiongkok.
Menurutku, pesan yang bisa kita tangkap dari film yang
berdurasi 129 menit ini adalah bagaimana kita harus menghargai ibu kita,
walaupun ibu kita memiliki berbagai keterbatasan. Jangan sampai kita tidak
menghargai dan menghormati ibu kita. Karena seorang ibu karena kasih sayangnya
tidak pernah memandang kekurangan anaknya. Film ini juga harus ditonton para
suami dan harus dijadikan bahan renungan. Isteri tidak hanya ditakdirkan untuk
berada di dapur, tapi harus didukung untuk terus berkembang di luar tugasnya
sebagai ibu rumah tangga.
English Vinglish, seperti kata sang sutradara sebagai media
dirinya menyampaikan permohonan maaf dan rasa terima kasih kepada ibunya,
seperti dikutip dari The Hollywood Reporter, sekaligus sebuah penghargaan untuk
para wanita.
Comments
Post a Comment