Resensi Buku "The Road to the Empire" - Ramuan Novel Sejarah Yang Tak Membosankan





Pertama kali membaca novel The Road To The Empire pasti pembaca akan berpikir bahwa buku tersebut adalah novel terjemahan. Kenapa? Karena penulis begitu detail meramu novel bergenre fiksi sejarah tersebut.

Sinta Yudisia sebagai pengarang buku ini begitu detail menjelaskan latar tempat yang bersetting di kawasan daerah taklukkan Jenghiz Khan di kawasan Mongolia dan sekitarnya. Seolah-olah pengarang juga pernah hidup di tempat dan di zaman tersebut ketika keturunan Jenghiz Khan masih berkuasa. Penulis juga banyak menyisipkan kata-kata dan istilah-istilah dalam bahasa Mongolia.

Terinspirasi dari sebuah buku yang menceritakan tentang kisah para pejuang Islam, The Preaching of Islam (Sejarah Da’wah Islam) karya T.W.Arnold, Sinta Yudisia berhasil meramu kisah perjuangan Takudar Muhammad Khan atau Baruji untuk merebut kembali tahta yang seharusnya jatuh ke tangannya pasca ayahandanya Tuqluq Timur Khan dan ibundanya Permaisuri Ilkhata dibunuh oleh seseorang yang tak diketahui siapa pelakunya. Takudar adalah pangeran pertama dari pasangan Tuqluq Timur Khan dan Permaisuri Ilkhata. Dia adalah pangeran Mongol muslim pertama.

Tetapi pasca tragedi yang menghilangkan nyawa kedua orang tuanya, Takudar Khan melarikan diri ke tempat yang aman dan Pangeran Kedua atau adik kandungnya , Arghun Khan yang naik tahta. Kepemimpinan Arghun Khan masih banyak mengandalkan pertumpahan darah untuk menaklukkan daerah kekuasaan sama seperti moyangnya, Jenghiz Khan. Arghun Khan adalah sosok kaisar yang bengis dan bertangan besi.

Dalam masa pelariannya, Takudar Khan berusaha menemui Syaikh Rasyiduddin, putera dari Syaikh Jamaluddin di daerah Syakhrisyabz. Ia pergi untuk memenuhi janji ayahnya yang telah melakukan sumpah anda dengan Syaikh Jamaluddin. Sumpah anda merupakan sumpah yang dilakukan oleh dua orang dengan menempelkan ibu jari masing-masing yang telah dibuat berdarah dengan menggoreskan pedang di ibu jari masing-maisng. Tuqluq Timur Khan dan Syaikh Jamaluddin bersumpah untuk bersama-sama mengembalikan kejayaan Islam.

Diawali dari pertemuan dengan Rasyiduddin, Takudar Khan menyusun rencana untuk menyerang Arghun Khan dan mengembalikan tahta kekaisaran yang seharusnya jatuh ke tangannya. Tetapi tidak dengan cara-cara yang jauh dari rasa kemanusiaan seperti yang dilakukan Arghun Khan, tetapi Takudar Khan yang telah memeluk Islam mengedepankan cara-cara berperang yang telah dipraktikkan oleh rasulullah Muhamaad Saw.

Sinta Yudisia berhasil meramu cerita yang dibumbui dengan berbagai kisah seperti kisah percintaan, perang, taktik, yang diproses dengan sedemikian apik sehingga menghasilkan novel sejarah yang tidak membosankan untuk dibaca meskipun lumayan tebal, 560 halaman. Novel ini juga memiliki alur cerita yang mengalir dan penasaran untuk terus diikuti sampai akhir cerita. Emosi tokohnya juga dideskripsikan dengan detail sehingga pembaca seolah-olah turut beradu emosi dengan tokoh-tokohnya.

Novel The Road To The Empire merupakan novel pertama dari trilogi The Road To The Empire yang khusus mengangkat kisah perjuangan Takudar Khan atau Baruji untuk menegakkan kembali imperium Mongolia. Ia sebagai tokoh sentral dalam trilogi novel tersebut.

The Road To The Empire pada mulanya ditulis Sinta Yudisia pada tahun 2003 dan terangkatnya novel ini berawal ketika memenangkan lomba menulis novel Islami yang diadakan penerbit Gema Insani Press (GIP), Jakarta sebagai juara I. Pada awalnya novel ini diberi judul Singa-Singa di Padang Kekuasaan. Buku kedua dari trilogi The Road To The Empire berjudul Takhta Awan.

Sinta Yudisia Wisudanti merupakan penulis keturunan bangsawan Sasak. Ayahnya keturunan Sasak asli bernama Lalu Said Islam. Tetapi sejak kecil ia dan keluarganya telah tinggal di Pulau Jawa. Berpindah-pindah dari Denpasar, Yogyakarta dan Madiun. Ia pernah mendapat penghargaan IBF Award pada tahun 2009 untuk kategori novel fiksi dewasa terbaik.

Comments

Popular Posts